Jumat, 29 Juli 2011

Pulanglah Padanya - Jikustik

tak perlu menilik masa lalu
yg sudah terjadi, terjadilah
waktu tak mungkin kau kalahkan
hanya untuk sebuah kenangan
pasangan hidup tlah kau temukan
doamu tlah diberi jawaban
hidupmu jangan kau pertaruhkan
hanya demi mengulang kenangan
reff: jangan pernah merasa
hidup ini tak adil
kau tak akan bisa
mendapatkan semua
aku adalah duka
langkah yg sempat tertahan
pulanglah padanya
ke dalam pelukannya
pasangan hidup tlah kau temukan
doamu tlah diberi jawaban
hidupmu jangan kau pertaruhkan
hanya demi mengulang kenangan

hidup sebagai sebuah peziarahan; dialektika ke arah kesempurnaan

29 Agustus 2010
Seandainya setiap hari aku bisa kembali belajar menata hidupku seperti dulu yang tertuang di dalam catatan harian. Seandainya setiap hari aku mampu menyisihkan waktu paling tidak dua jam untuk membaca-baca kembali narasi tentang kehidupan, alangkah indahnya. Meski itu semua telah berlalu, namun aku akan selalu bersyukur dengan setiap periode hidup yang kualami ini. Meski kutahu, aku bukanlah manusia sempurna, aku manusia biasa seperti lainnya juga, namun aku bersyukur atas semuanya itu.
Terkadang muncul dalam benakku tentang cita-cita keselamatan, namun seketika cita-cita itu muncul, timbul pula sangkalan yang tersirat di atasnya. Bahwa hidup bukanlah sekedar bercita-cita untuk selamat bagi diri sendiri. Hidup adalah sebuah pengabdian kepada hidup, tak peduli apakah anugerah itu akan diberikan atau tidak. Ketakutan akan keselamatan justru akan mengaburkan makna indahnya hidup. Hidup adalah persoalan berbagi kebahagiaan, disini, saat ini dan di masa depan. Kebahagiaan atas dasar Sabda Kebenaran-Nya, kesejatian manusia.
Meski secara kognitif aku tahu, namun dalam pelaksanaan, sering aku mangkir. Sebuah pendakian yang terus menerus harus ditapaki, demi panggilan kesejatian ini. Aku rapuh, aku pendosa, dan aku selalu mengulang hal itu, hingga jiwaku tercekat dalam jeritan penderitaan. Merindukan sungguh arti kemerdekaan jiwa seturut kehendak-Nya. Tapi aku tahu, bahwa hidup tidak mengenal kata akhir. Hidup adalah suatu dinamika, suatu peziarahan, suatu perjalanan.  Kesejatian bukanlah suatu yang statis, namun dinamis dan suatu proses.
Mungkin akan ada banyak hal yang disesali karena kebodohan dan juga ketidaksetiaan, namun itulah bagian dari dinamika. Semoga jiwa ini selalu jujur dalam mengalami itu semua. Jujur bahwa diri ini rapuh, namun selalu terpanggil untuk menjadi setegar Dia, yang tak pantang mundur dalam menerima jalan Salib. Bukan untuk diri sendiri, namun demi dunia.....Membangun sedikit demi sedikit keberanian untuk mengakui bahwa diri ini rapuh, diri ini tergantung pada Sang Sejati, dan diri ini masih selalu membutuhkan belaian kasih yang menyempurnakan. Sambil tetap percaya bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita...