Munculnya virus Corona atau COVID 19 telah membuat dunia
internasional terhenyak. Virus yang ditengarai pertama kali muncul di Kota
Wuhan, Tiongkok ini menyebar dengan cepat dan menimbulkan kepanikan tingkat
global. Virus ini diketahui mulai menyebar sejak tanggal 31 Desember 2019 di
kota Wuhan. Oleh para ahli, diduga virus ini berasal dari hewan liar yang
dikonsumsi oleh warga Wuhan. Meski begitu, penyebab munculnya virus ini masih
terus diteliti untuk diketahui kebenarannya. Hingga tanggal 1 Maret 2020,
situasi global telah mencatat, penyebaran virus ini tidak hanya ada di
Tiongkok, namun sudah menyebar di berbagai negara. Dari catatan WHO, di tingkat
global, per tanggal 1 Maret 2020, terkonfirmasi ada 87.137 (1739 baru) orang
terinfeksi virus Corona ini. Dari korban terinfeksi yang terkonfirmasi itu, di
China terdapat 79.968 (579 baru) orang. Korban meninggal di China dari virus
ini terkonfirmasi 2873 (35 baru) orang. Sementara di luar China, negara yang
terdampak ada 58 (5 baru) negara. Jumlah orang yang terinfeksi di luar China
ada 7169 orang. Korban meninggal di luar China ada 104 (18 baru) orang. (https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-reports/).
Situasi ini benar-benar membuat kepanikan global. Di negara kita, Indonesia,
akhirnya Presiden Jokowi mengumumkan bahwa terdapat 2 orang WNI yang terinfeksi
virus Corona pada tanggal 2 Maret 2020.
Berita terinfeksinya WNI oleh
virus corona ini tentu turut menimbulkan pembicaraan hangat di antara kita
tentang virus corona yang mulai masuk ke Indonesia. Hingga tanggal 3 Maret
2020, pukul 00.20, di twitter tagar #KamiTidakTakutVirusCorona
menjadi trending nomer tiga. Sebegitu menakutkankah situasi global dengan
munculnya virus ini? Apakah memang benar virus ini belum ditemukan obatnya?
Lantas apakah virus ini bisa menimbulkan kepunahan ras manusia jika memang
benar tidak dapat ditemukan obatnya serta menyebar dengan begitu cepatnya?
Begitu banyak pertanyaan
melintas terkait dengan kengerian yang ditimbulkan oleh penyebaran virus
corona. Begitu banyak spekulasi dan hoax yang muncul juga terkait dengan virus
itu. Ada bahkan yang menyebutnya sebagai tentara Tuhan untuk memukul sebuah
bangsa karena kejahatan yang telah dibuatnya. Mulai dari perkiraan rasional
hingga irasional muncul karena kepanikan ini. Bahkan ada yang mengira bahwa
virus corona adalah virus buatan laboratorium yang memang sengaja disebarkan
untuk menciptakan teror global. Lalu bagaimanakah sebenarnya yang terjadi
dengan kemunculan virus ini. Kenapa kemunculannya terjadi di akhir tahun 2019
dan di awal tahun 2020? Kenapa virus ini muncul di China yang memang mulai
tampak sebagai negara kuat dengan ekonomi yang seakan menjadi ancaman bagi
negara-negara besar di dunia? Ah, terlalu banyak pertanyaan yang tak terjawab
memang.
Lalu aku ingat, dulu ada sebuah
buku yang menceritakan tentang kepanikan global. Buku ini sempat menjadi Bestseller New York Times. Buku ini
ditulis oleh seorang wartawan, penulis, dan filmmaker di New York. Adalah The Shock Doctrine yang ditulis oleh Naomi Klein. Dalam buku itu, Naomi
Klein memberi judul secara lengkap bahwa The Shock Doctrine adalah The Rise of
Disaster Capitalism. Di bagian pengantar bukunya, Klein mengutip sebuah kutipan
dari Kitab Kejadian: “Adapun bumi itu
telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu
dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di
bumi. Berfirmanlah Allah kepada Nuh: "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri
hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi
Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.” (Kej 6:11-13).
Setelah kutipan itu, ia melanjutkan kutipan lainnya yang mengatakan demikian:” Shock and Awe are actions that create fears,
dangers, and destruction that are incomprehensible to the people at large,
specific elements/sectors of the threat society, or the leadership. Nature in
the form of tornadoes, hurricanes, earthquakes, floods, uncontrolled fires,
famine, and disease can engender Shock and Awe (Shock and Awe: Achieving Rapid Dominance, the military doctrine for the
U.S war on Iraq)
Dalam pengantar itu, Klein
menceritakan tentang perjumpaanya dengan seorang yang bernama Jamar Perry yang
merupakan survivor bencana banjir New Orleans. Ia mengungkapkan bahwa kasus
bencana di New Orleans ternyata menjadi keuntungan bagi sebagian pihak. Salah
satunya, Richard Baker, tokoh Partai Republik yang berasal dari New Orleans
telah berkata pada sebuah grup orang yang memiliki kebijakan membuat undang-undang:
“kita akhirnya dapat membersihkan rumah-rumah penduduk di New Orleans. Kita
tidak dapat melakukannya, tapi Tuhan bisa”. Hal ini dikuatkan oleh Joseph
Canizaro, salah satu pengembang terkaya di New Orleans: “Aku pikir kita
memiliki lembar bersih untuk memulai lagi. Dan dengan lembaran yang bersih,
kita memiliki beberapa kesempatan yang sungguh besar”. Bagi orang-orang yang
punya kepentingan bisnis, peristiwa bencana adalah sebuah kesempatan untuk
membangun baru lagi, mengeruk keuntungan baru lagi, namun bagi orang-orang
seperti Jamar Perry, bencana itu telah membunuh orang-orang yang tidak
seharusnya mati. Bencana adalah sebuah tragedi, bukan sebuah kesempatan.
Dari secuil gagasan Naomi Klein
di dalam The Shock Doctrine, dapat dipahami bahwa situasi shock karena berbagai
macam peristiwa bencana dapat dipandang oleh beberapa orang dengan kepentingan
kapitalis sebagai sebuah kesempatan untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dan
kekuasaan baru. Situasi ini sungguh terjadi dan sering terjadi di tengah dunia
ini. Ada saja orang-orang yang memiliki niat seperti itu.
Jika melihat situasi tersebut
terkait dengan virus corona. Kepanikan global yang ditimbulkan dengan
terenggutnya banyak nyawa bisa saja dipandang oleh beberapa orang yang
berkepentingan untuk menggemukkan kekayaan dan kekuasaan mereka. Menanamkan
pengaruh dengan memanfaatkan teror global, bisa saja dibuat oleh orang-orang
tertentu. Harapannya, apa yang terjadi pada kasus virus corona ini murni adalah
sebuah bencana global. Semoga saja tidak ada pihak-pihak tertentu yang sengaja
memanfaatkan situasi ini, atau justru membuatnya untuk kepentingan tersebut.
Kadang menjadi begitu aneh ketika melihat secara global bahwa virus ini muncul
di awal tahun 2020 ketika ISIS dinyatakan kalah perang. Teror global yang
sekian lama dijadikan musuh bersama oleh negara-negara di dunia telah
dikalahkan, maka mungkin perlu diciptakan teror lainnya yang tetap bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan itu. Apakah virus corona memang tidak bisa
disembuhkan? Sebenarnya jika kita tetap membuat antisipasi dan juga berusaha
untuk mengupayakan penyembuhannya, aku yakin virus itu dapat dilawan. Maka,
kepanikan global yang terjadi ini jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak
tertentu demi kepentingan mereka. Bahkan Indonesia yang hingga tanggal 1 Maret
2020 tidak terdapat WNI yang terjangkit pun dicurigai oleh negara-negara lain.
Hingga akhirnya Presiden Jokowi mengumumkan adanya 2 orang WNI yang terjangkit
virus corona pada tanggal 2 Maret 2020. Jangan sampai peristiwa ini terjadi
karena hanya untuk menimbulkan kepanikan yang kian meluas, termasuk ke
Indonesia.
Lalu apa yang mesti kita
lakukan? Mungkin kita tidak perlu berprasangka lebih jauh tentang munculnya dan
penyebaran virus ini. Tetapi janganlah kita terlalu takut dengan virus corona,
karena ketakutan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk
menanamkan pengaruh dan kekuasaannya. Akibat nyata dari teror ini tentu adalah
keambrukan ekonomi di negara-negara yang terjangkit. Jika demikian, akan dengan
mudah pihak-pihak tertentu yang lebih adidaya akan masuk dan memanfaatkan
keterpurukan itu. Meski mungkin virus corona ini adalah bencana alam murni,
tetaplah kita menyikapinya dengan bijak, dengan tetap saling bergandeng tangan,
menolong para korban sambil terus mengupayakan agar tidak menyebar dengan
cepat. Hal itu hanya bisa dilawan dengan tidak takut terhadap bencana. Tetap
obyektif dalam memandang bencana alam sebagai sebuah tragedi sambil terus
mengupayakan cara bagaimana bisa bangkit dari tragedi itu mungkin lebih penting
daripada menyangka tragedi ini merupakan hukuman Tuhan. Dan seandainya Tuhan
menghukum pun, sebagaimana Nuh, Ia tetap akan memberikan kuasaNya untuk
membantu manusia yang berupaya bergandeng tangan saling menyembuhkan. Jadi,
jangan takut karena virus, jangan menyerah untuk tetap membuat diri kebal dari
virus, tetaplah bergandeng tangan untuk saling melawan virus, bukannya saling
ingin menyelamatkan diri sendiri dan saling menyalahkan. Waspada itu perlu,
namun jika sampai takluk kepada teror adalah hal yang tidak akan memberi solusi
sama sekali. Semoga segera ditemukan obatnya, dan jangan ada lagi korban.
Salam,
@j.a.purnomo