Dalam hidup ini, kita banyak berjumpa dengan pengalaman-pengalaman menyakitkan dan terasa demikian berat untuk dilalui. Ketika kita sampai pada titik itu, lantas kita mempertanyakan, sebenarnya apa makna hidup kita ini. Kadang kita juga bertanya, mengapa Tuhan tidak adil dengan hidup kita? Pengalaman-pengalaman seperti: kegagalan, kemiskinan, perselisihan, perceraian, sakit, dan perasaan tidak dicintai, seakan-akan memupus semua pengharapan kita akan hidup yang bahagia. Apakah pengalaman-pengalaman itu membuat hidup ini tidak bermakna? Atau pengalaman-pengalaman itu yang membuat kita tidak bisa menjalani hidup dengan bahagia?
Kalau kita merunut kembali kenapa kita diciptakan dan boleh hidup, tentu akan menjadi lain ceritanya. Kita ini hidup begitu saja, bukan karena keinginan kita, namun juga bukan sebuah kesia-siaan. Kita diciptakan sebagai manusia, entah pria entah wanita, terlahir dari seorang ibu, menjadi pribadi unik, adalah sebuah anugerah. Dari sejak lahirnya sebagai anugerah, bukankah ini sudah merupakan peristiwa yang patut disyukuri. Sejak lahir, kita telah mendapatkan medan petualangan yang begitu berwarna dan luas. Ada waktu yang diberikan kepada kita untuk mengisi petualangan-petualangan kita, mencipta kisah kita sendiri dengan indahnya. Sejak kita lahir, Tuhan telah memberi anugerah begitu indahnya yakni kebebasan.
Namun kadang kala manusia menyalahgunakan kebebasan itu untuk bersembunyi dari petualangan-petualangan. Manusia lebih memilih tidak menanggapi petualangan itu, yang justru kadang membuat petualangan orang lain terganggu dan konsep diri tentang hidup ini menjadi keliru. Setiap penderitaan yang dihadapi manusia sebenarnya berasal dari penyalahgunaan anugerah kebebasan ini. Dan penyalahgunaan ini kadang kala akibat dari begitu cepatnya manusia mengambil kesimpulan atas apa yang dialami.
Jika kita mau merunut hidup kita dari awal yang begitu saja terlahir, tidakkah kita melihat bahwa hidup ini hakikatnya adalah sebuah anugerah untuk mengabdi. Kita tidak bisa memilih menjadi pria atau wanita, atau dilahirkan di keluarga bangsawan atau rakyat jelata, di keluarga kaya atau miskin. Semuanya terjadi begitu saja, seturut Sang Sutradara Agung. Jadi kebebasan yang diberikanNya pun pada hakikatnya adalah untuk mengabdi. Penderitaan kita sebenarnya bersumber dari keinginan untuk melarikan diri dari anugerah itu, dan menolak hakikat mengapa kita tercipta. Kebebasan yang sejati adalah ketika kita memilih untuk selalu mengabdi, mengabdi pada kehidupan, kebebasan sesama, dan juga kelestarian kehidupan.
Segala kesakitan yang kita alami pun merupakan bagian dari pengabdian ini sebab hidup kita hanya sementara. Tubuh ini dapat mengalami sakit, tua dan akhirnya menyatu dengan alam kembali. Kita terlahir tanpa membawa apa-apa dan pulang ke Sang Pemilik hidup juga tidak membawa apa-apa. Itulah hakikat hidup kita. Kebahagiaan justru terletak pada kesetiaan untuk mengabdi, melepaskan segala hal yang membuat kita ingin lari dari hakikat kehidupan kita. Kesetiaan untuk mengabdi itulah petualangan yang penuh warna. Mengisi waktu demi waktu seturut alur cerita yang mesti kita jalani, sebagai proses untuk melepaskan segala sesuatu yang membuat kita kehilangan kebebasan sejati kita.
Maka dari itu, marilah kita selalu berbahagia kawan.......dengan selalu menjalani hidup ini penuh pengabdian. Setia pada hati nurani termurni bahwa segala macam penderitaan itu adalah wujud pilihan atas kemerdekaan yang indah. Orang yang benar-benar merdeka adalah orang yang setia pada penderitaan sebagai jalan yang harus dilalui demi sebuah alur pengabdian terhadap anugerah hidup. Itulah hakikat kehidupan, dan itulah kebahagiaan......
Selamat bertualang, selalu mengabdi sebagai hakikat hidup, dan merayakan kebebasan yang sejati
Hidup ibarat menaiki sepeda, agar tidak terjatuh dari sepeda dan menjaga keseimbangan, kita harus terus bergerak, dan mengayuhkan kaki...
BalasHapusTrimakasih Romo..advisenya luar biasa
Berkah Dalem
Biar KisahNya diteruskan di dalam kisah kita, di atas bumi...Tetap semangat, Berkah Dalem
BalasHapus