Perayaan
Hari Kamis Putih adalah perayaan pemberian diri Tuhan bagi manusia. Marilah kita memahami peristiwa yang ditulis
dalam Kitab Suci tentang Perjamuan Terakhir dan tentang Pembasuhan Kaki para
murid ini dengan pemahaman yang sederhana. Yesus yang adalah Sang Guru Sejati telah mengetahui bahwa
diriNya akan disalib, memberikan ajaran terakhirNya bagi manusia. Ajaran itu
bukanlah sebuah ajaran yang sulit diterima oleh nalar, namun sangat sederhana.
Bahkan ajaran yang diberikan oleh Yesus pun tidak perlu dijelaskan dengan
kata-kata. Ajaran itu adalah Kasih hingga akhir. Kasih itu diwujudkan dengan
penyerahan diri, menjadi pelayan bagi sesamanya, khususnya bagi mereka yang
kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Sebagai seorang guru, Yesus membasuh kaki
murid-muridNya sebagai wujud hakikatnya yang sejati sebagai seorang Guru.
Dalam
hidup ini, kita seringkali dikotak-kotakkan dalam kelas-kelas sosial yang
membuat kita berjenjang dengan yang lain. Ada yang memiliki pangkat atau
kedudukan lebih tinggi, dan ada yang lebih rendah. Bahkan dalam hidup ini, kita
sering dikejar-kejar oleh keinginan dan perjuangan supaya menjadi yang nomer
satu, atau menjadi yang terutama. Tata dunia ini telah diatur sedemikian rupa
supaya setiap orang berkompetisi untuk menjadi yang terbaik, yang tersukses,
yang terpandai, yang tertinggi, yang paling berkuasa, dan sebagainya. Tidak
jarang untuk memperoleh yang terbaik, yang tersukses, yang terpandai, yang
tertinggi, dan yang paling berkuasa, orang lantas menggunakan cara-cara
menyingkirkan orang lain. Sebagai contoh misalnya: ketika orang hendak
memperoleh pekerjaan tertentu, ia harus membayar uang yang paling banyak, agar
diterima bekerja di posisi tersebut; atau kisah seorang lurah/bupati/kepada
daerah yang mengalahkan pihak saingannya dengan menggunakan uang sogokan. Dan
tentu masih banyak contoh yang lain. Jika demikian yang terjadi, maka di
Indonesia ini akan selalu ada penindasan dan ketidakadilan. Orang yang kaya
semakin kaya, sementara orang miskin, makin miskin; Orang berkuasa semakin
berkuasa, sementara orang miskin semakin dilupakan dan disingkirkan. Terjadinya
ketidakadilan di bumi ini adalah ketika masing-masing orang tidak memiliki
kasih yang sejati, mereka masih berpamrih, dan tidak mau melayani.
Pada hari
Kamis Putih, Yesus memberi teladan pada kita semua tentang bagaimana menjadi
seorang pelayan sejati. Dialah Guru Sejati yang memberi ajaran para muridNya
tidak hanya dengan kata-kata hikmat, namun dengan penyerahan diri. Dia yang
adalah Guru, tidak malu, tidak sungkan, tidak jijik, dan tidak berpamrih dalam
membasuh kaki murid-muridNya. Tindakan Yesus ini tidak dimaksudkan sebagai
sebuah pencitraan agar diriNya dipandang sebagai seorang guru yang baik, tetapi
sungguh muncul dari hati yang penuh cinta. Kenapa begitu? Karena apa yang
dilakukannya ini merupakan rangkuman dari seluruh pelayanan yang telah
dilakukanNya bersama dengan murid-muridNya. Kenapa rangkuman? Karena Yesus akan
dipersembahkan sebagai korban penebusan, di salib, yang adalah Puncak KasihNya
bagi manusia. Ia mengasihi manusia tidak hanya melalui ajaran-ajaranNya, tetapi
berikut hidupNya, diriNya sepenuhnya, seutuhnya, dari awal hingga akhir.
Dari
kisah tentang Pembasuhan Kaki para murid ini,
Yesus mengajak kita supaya memiliki kasih pelayanan yang murni
sebagaimana telah dibuatNya. Kasih yang murni itu tidak mengenal
pengkotak-kotakan berdasarkan status sosial maupun kedudukan. Justru pada diri
mereka yang sering kali tidak dipandang oleh dunia, dan disingkirkan oleh
manusia, dicurahkan kasih yang lebih besar. Sama seperti Kristus yang berkenan
membasuh kaki para murid dan bukan kepala, atau tangan, atau tubuh. Kaki adalah
anggota tubuh kita yang selalu melayani kita untuk berjalan. Kaki bersentuhan
langsung dengan tanah, dengan segala debu dan kotoran dunia. Setiap hari, kaki
berjuang menopang tubuh untuk berjalan. Meski begitu, kaki jarang sekali
mendapat pujian dari orang-orang (kecuali kalau pemain sepakbola atau atlit
yang mengandalkan kaki mereka untuk berlomba). Orang lebih sering memuji
anggota tubuh selain kaki, misalnya: wajah tampan, badan tegap, tangan kekar,
dst. Jarang sekali kaki disebut untuk maksud sebuah pujian kepadanya. Yesus
membasuh kaki para murid-Nya itu menunjukkan pada kita bahwa kasih yang murni
itu mengangkat yang hina dina supaya menjadi SESAMA. Yesus menjungkirbalikkan
segala kebiasaan manusia yang seringkali mengkotak-kotakkan dan membuat
penyingkiran-penyingkiran sesamanya karena pamrih. Yesus justru mengajak kita
semua menjadi satu, sama, dan saling melayani.
Sudahkah
kita melayani, mengasihi, dan mengabdi dengan tulus seperti Yesus? Masihkah
kita melihat ‘rupa’ namun tidak melihat ‘hati’? Sebab dihadapan Allah, setiap
‘hati’ manusia itu dicintai oleh-Nya. Jika demikian halnya, kenapa justru kita
sendirilah yang telah membuat pembedaan itu? Sudahkah kita mengasihi tanpa
banyak alasan kata-kata, namun nyata dalam pilihan, perjuangan, dan juga
kerendahan hati mendengarkan orang lain, memberikan waktu bagi yang lain, tidak
pilih-pilih dalam bersahabat dan bersaudara, serta selalu berpikir positif
terhadap orang lain. Peristiwa pembasuhan kaki para murid ini menjadi teladan
konkret dari Yesus tentang mengasihi sampai akhir. Yesus hendak mengatakan
bahwa sekali Dia sudah memilih untuk mengasihi, maka Ia akan menyerahkan
sepenuhnya pada kasih itu. Ia tidak menyisakan apapun bagi diriNya sendiri. Ia
tidak mempertahankan gengsiNya, Ia tidak menggunakan statusNya sebagai guru
agar dilayani, tapi justru melayani dengan sepenuh hati, hingga wafat di kayu
salib. Inilah wujud solidaritas sejati dari diri Yesus, satu-satunya manusia
yang benar, yang tidak menolak untuk dipaku pada kayu salib bagi manusia.
Satu-satunya manusia yang tidak berdosa, namun bersedia menanggung segala
hukuman akibat dosa manusia agar manusia dibebaskan dari belenggu dosa.
Sungguh
indah jika setiap jiwa mampu menangkap keagungan cinta Yesus ini dan
menghidupinya dalam setiap langkah waktunya. Pemimpin yang sebenarnya adalah Dia
yang berani menyerahkan hidupNya bagi kebahagiaan orang lain yang dipimpinNya,
dan Guru Sejati adalah seorang yang berani memberikan diriNya sebagai ajaran
bagi para murid-muridNya. Ajaran yang utama itu terungkap, ketika Yesus
bersedia mengalami penderitaan yang teramat ngeri yang berawal di Taman
Getsemani, ketika Dia sungguh ditinggalkan, dilupakan dan benar-benar
sendirian, hingga Ia menerima salib untuk menebus seluruh umat manusia dari
dosa, dan menyatakan bahwa cinta sejati itu merupakan satu-satunya senjata
utama melawan segala kejahatan dan penderitaan. Yesus tidak hanya mengajarkan
itu, tapi Yesus melakukannya. Yesus tidak banyak berkata-kata, Ia melaksanakan
itu dengan ketaatan sederhana, namun teguh. Ia menjalankan itu sebagaimana
manusia biasa, namun dengan kerendahan hati yang teramat agung. Dan Ia menerima
itu dengan kepasrahan yang amat indah demi manusia yang seringkali memberontak
dak tidak bertahan dalam ketaatan.
Di dalam
kehinaan yang begitu dahsyat namun tetap setia pada kebenaran dan ketaatan yang
luar biasa pada kehendak Allah inilah penyelamatan terjadi, penyelamatan
terwujud, dan kesejatian terungkap. Ia-lah kehadiran Allah dalam realitas
sejarah manusia. Dialah sabda Allah. Dia-lah kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar