Bagi umat Katolik di Indonesia, bulan September dikhususkan sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Pada bulan tersebut, segenap umat Katolik diajak untuk membaca dan mencintai Kitab Suci. Mereka diajak untuk melihat Kitab Suci dari dekat, mengenalnya lebih akrab sebagai penuntun kehidupan iman mereka.
Sejarah BKSN
Sejarah munculnya Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) diawali oleh kiprah dari beberapa pastor Fransiskan yang mengambil inisiatif untuk menterjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama ke dalam bahasa Indonesia pada sekitar tahun 1956. Inisiatif ini disetujui oleh Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (Surabaya, 1956) yang menyerahkan pekerjaan itu kepada sebuah panitia. Panitia ini akhirnya berhasil menterjemahkan sebanyak 8 Jilid. Usaha untuk membawa Kitab Suci kepada umat beriman ini mendapatkan peneguhan sekaligus penegasan dengan munculnya Dokumen Dei Verbum pada Konsili Vatikan II (1962-1965). Dei Verbum artikel.22 menegaskan: “Bagi kaum beriman Kristiani jalan menuju Kitab Suci harus terbuka lebar-lebar”. Penegasan ini diikuti dengan anjuran untuk menerjemahkan Kitab Suci ke bahasa-bahasa lokal secara tepat. Anjuran ini menjadi pintu bagi umat beriman untuk semakin akrab dengan Kitab Suci dan mencintainya sebagai sumber iman. Dalam konteks Indonesia, anjuran ini pun ditanggapi oleh para misionaris OFM yang mendirikan Lembaga Biblika Saudara-saudara Dina (LBSSD) dengan Pastor C. Groenen OFM sebagai ketuanya pada tahun 1965. Lembaga ini menyelenggarakan terbitan-terbitan tentang pengenalan Kitab Suci kepada umat.Pada tahun 1970, MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia) secara resmi mendirikan Lembaga Biblika yang bertugas memperhatikan kepentingan-kepentingan Gereja di bidang penterjemahan, produksi dan distribusi Kitab Suci. Selain itu, lembaga ini juga bertugas untuk selalu memajukan kecintaan umat terhadap Kitab Suci. Mereka mengusahakan agar Kitab Suci sungguh-sungguh berperan dalam kehidupan iman umat Katolik di Indonesia. Dalam rangka mendekatkan Kitab Suci pada kehidupan umat inilah, LBI mulai menterjemahkan dan memproduksi serta mendistribusikan Kitab Suci ke kalangan sebanyak mungkin umat beriman. Untuk mendukung usaha ini, Para Uskup dalam Sidang MAWI tahun 1977 menetapkan satu hari Minggu tertentu dalam tahun Gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari Minggu yang dimaksud adalah Hari Minggu Pertama September. Karena dirasa satu minggu tidak cukup untuk mengadakan kegiatan seputar Kitab Suci, maka dicanangkanlah Bulan Kitab Suci Nasional yang dilaksanakan setiap bulan September. Maka dalam bulan September, umat beriman diajak untuk membaca dan mencintai Kitab Suci serta mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci.
Tema BKSN 2011: Perumpamaan-Perumpaan Dalam Kitab Suci
Dalam pelaksanaan Bulan Kitab Suci Nasional dari tahun ke tahun, terdapat fokus-fokus tertentu bagi pendalaman Kitab Suci. Fokus-fokus tersebut disusun oleh panitia LBI dengan maksud agar umat semakin akrab dengan Kitab Suci. Fokus-fokus tersebut dituangkan ke dalam suatu panduan khusus yang dapat diterapkan oleh umat dalam usaha mendalami dan belajar tentang Kitab Suci. Panduan ini dapat diterapkan dalam sarasehan lingkungan maupun kelompok-kelompok tertentu, dan bahkan juga dalam lingkup keluarga.
Pada tahun 2011 ini, Bulan Kitab Suci Nasional memiliki fokus pendalaman mengenai Perumpamaan-Perumpaan Dalam Kitab Suci. Tema ini diangkat sebagai ajakan untuk memahami salah satu kekayaan jenis sastra dalam Kitab Suci. Secara khusus, umat diajak untuk semakin memahami jenis sastra perumpamaan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru yang muncul dalam perumpamaan-perumpaan Yesus. Dengan memahami jenis sastra perumpamaan dalam Kitab Suci, umat diajak untuk mengerti konteks ajaran yang terdapat dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus. Dalam menyampaikan ajaranNya, seringkali Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Jenis sastra perumpamaan ini seringkali digunakan oleh para guru spiritual di daerah Timur Tengah untuk menyampaikan ajaran-ajarannya. Yesus pun menggunakan model perumpamaan untuk menyampaikan ajaranNya. Perumpamaan merupakan jenis sastra yang populer untuk menyampaikan suatu pesan tertentu dengan menggunakan simbol. Pesan yang terkandung dalam suatu perumpamaan tertentu tidak tampak secara eksplisit namun implisit. Para pendengar diajak untuk berpikir dalam menangkap pesan yang terdapat dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut.
Pada BKSN 2011 ini, Tema besar yang hendak diperdalam dan diolah adalah “Mendengarkan Tuhan Bercerita”. Tema ini mengungkapkan tentang Tuhan Yesus yang seringkali menggunakan perumpamaan-perumpamaan atau kisah/cerita untuk menyampaikan pesan/ajaran-ajaran-Nya. ”Mendengarkan Tuhan Bercerita” sungguh merupakan tema yang menarik bagi konteks hidup masyarakat kita saat ini. Budaya ‘bercerita’ bagi masyarakat sekarang ini seakan terpinggirkan oleh realitas media audio visual yang tidak mengajak para audiensnya berpikir kreatif untuk menemukan pesan dibaliknya. Secara umum, masyarakat kita saat ini tak lagi akrab dengan ‘cerita-cerita’ namun dekat dengan ‘pencitraan’. Budaya mendengarkan dan menemukan makna tak lagi menjadi lumrah karena telah digantikan oleh realitas yang semakin hiper. Oleh karena situasi hiper dari pencitraan, terkadang masyarakat jatuh kepada situasi hiperealitas, dan akhirnya tidak sampai kepada pesan yang sesungguhnya, sebab memang tidak pernah memuat suatu pesan tertentu. Dengan belajar “Mendengarkan Tuhan Bercerita”, umat diajak untuk kembali membaca (membiasakan kembali budaya membaca) dan akhirnya mencintai Kitab Suci. Mendengarkan Tuhan Bercerita mengajak kita untuk berani masuk ke dalam cerita/perumpamaan yang diberikan Tuhan melalui Kitab Suci, dan kemudian menarik makna bagi kita, bagi perkembangan hidup serta iman kita. Marilah kita bertekun untuk membaca dan semakin mencintai Kitab Suci, sebab melalui Kitab Sucilah kita mengenal Kristus, Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar