Dari judul
tulisan ini, mungkin ada yang bertanya, kenapa hanya 40 hari yang penuh cinta,
bukankah satu tahun yang terdiri dari 365 hari juga penuh cinta? Tidakkah
sepanjang hidup kita ini juga penuh cinta?
Tulisan ini muncul untuk
menemani permenungan di awal masa Prapaskah tahun 2020 (26 Februari 2020).
Segala pertanyaan yang muncul di atas tadi memang masuk akal, dan tentu benar
bahwa cinta tidak hanya dibatasi pada/selama 40 hari saja, tetapi sepanjang
hari selama kita hidup di dunia ini. Namun secara lebih khusus, masa Prapaskah
mengajak kita untuk semakin menyadari bahwa hidup kita ini penuh cinta. Mengapa
di luar masa itu tidak diingatkan secara khusus? Sebenarnya dengan kalender
liturgi dan perayaan sepanjang tahun, kita diingatkan akan hal itu, namun
sering kali kita mudah lupa. Itu juga karena kita meyakini, bahwa Tuhan amat
baik pada kita, Ia tidak akan menghukum jika kita berdosa.
Maka masa prapaskah selama 40
hari ini menjadi masa yang begitu indah, ketika kita boleh diingatkan secara
khusus untuk penuh cinta, baik cinta kepada Tuhan, kepada sesama, serta
lingkungan sekitar kita. Pada masa prapaskah yang biasanya disertai dengan
puasa dan pantang, serta olah rohani seperti pengakuan dosa, devosi Jalan Salib
Kristus, retret, dan juga karya amal kasih melalui Aksi Puasa Pembangunan, kita
diingatkan bahwa sebagai pengikut Kristus, kita mesti berani mencintai lebih
dalam, lebih tulus, seperti Kristus tanpa memikirkan kepentingan pribadi.
Inilah sebuah masa yang begitu indah.
Pada 40 hari masa prapaskah,
kita diingatkan agar penuh cinta, karena mencintai adalah jalan ke arah
kekudusan. Puasa dan pantang yang dilakukan pun bukan untuk semata-mata mencari
kesalehan pribadi/diri sendiri, tetapi merupakan jalan cinta untuk lebih
mengasihi Tuhan, sesama dan alam semesta. Pada saat itu, kita diajak untuk
lebih mendengarkan suara Tuhan, suara sesama, dan suara semesta, daripada
menuruti dan memenuhi kepentingan diri sendiri. Inilah sebuah masa yang begitu
indah.
Dan kenapa setiap tahun kita
melakukan 40 hari penuh cinta ini? Itu karena manusia begitu mudah jatuh pada
cinta diri yang tidak tepat. Untuk itulah kita diingatkan terus menerus
sepanjang hidup ini agar penuh dengan cinta. Harapannya, tidak hanya 40 hari
saja, tetapi sepanjang hari dalam tahun tahun yang kita jalani, juga akhirnya
hidup kita akan penuh cinta. Selama 40 hari itu, kita diajak untuk menerungkan
hari-hari yang telah kita lewati. Mungkin saja, ketika kita tidak sedang dalam
masa prapaskah, kita lebih banyak mementingkan diri sendiri.
Dengan berpantang dan berpuasa,
kita diingatkan, seberapa sering kita telah mementingkan perut dan kepentingan
kita sendiri. Dengan berpantang dan berpuasa, kita diajak untuk solider dengan
saudara-saudari yang menderita, bahkan untuk dapat makan sehari-hari pun,
mereka mesti berjuang keras. Dengan matiraga, banyak berdoa, dan pengakuan
dosa, kita diajak untuk semakin rendah hati dan banyak mendengarkan, setelah
beberapa kali dalam setahun kita lebih banyak berbicara, bahkan menghakimi
orang, membicarakan kejelekan orang lain, sombong, merasa paling benar sendiri,
bebal dan keras kepala, serta sering menyebarkan kebohongan kepada sesama.
Dengan berdevosi jalan salib, kita diajak untuk terus ikhlas dalam hidup ini,
demi kebahagiaan dan keselamatan sesama, tidak bikin gaduh dengan hoax-hoax
yang kita percaya dan sebarkan, dan juga berani bekerja keras untuk kebaikan
dunia. Dengan jalan salib pula, kita belajar untuk tidak membalas kejahatan
terhadap mereka yang jahat terhadap kita, tidak membalas membenci terhadap
mereka yang membenci kita, tidak membalas berbohong terhadap mereka yang
berbohong pada kita, tidak membalas berkhianat terhadap mereka yang
mengkhianati kita. Tidak mendoakan agar karma menjumpai orang yang telah
melukai hati kita, tidak ikut-ikutan gaduh dengan orang yang mengajak gaduh.
Pada masa prapaskah, kita diajak
untuk mengalami kenosis. Dalam teologi Kristen, kenosis (bahasa Yunani: κένωσις, kénōsis)
adalah "pengosongan diri" atas kehendak (atau keinginan) diri sendiri
dan sepenuhnya menerima kehendak Allah. Contoh kenosis paling sempurna
adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, dari sejak lahirnya, hingga sengsara, wafat
dan kebangkitanNya. Ketaatan kepada Allah karena cinta yang agung. Pada masa
prapaskah inilah, kita diajak untuk memeluk cinta sejati, yang puncaknya adalah
kenosis. Dengan demikian, pusat dari dunia ini bukanlah diri sendiri, keyakinan
diri sendiri dengan segala doktrin serta ajarannya, bukan pada klaim-klaim
kebenaran oleh golongan, kelompok, agama tertentu, tetapi pusatnya adalah
Tuhan, dan itu bisa dialami di dalam cinta. Alangkah indahnya masa prapaskah,
40 hari penuh cinta. Semoga dengan demikian, segenap saudara di dunia ini juga
di penuhi oleh cinta. Siapapun itu, dengan predikat apapun dia, semoga Tuhan
yang adalah cinta, menjadi pusat dari segala dinamika yang ada. Selamat
memasuki dan memeluk prapaskah. 40 hari penuh cinta.
“Aku rela tidak masuk surga, bahkan
berada di dasar neraka, jika itu adalah kehendak Tuhan dan dengan begitu,
orang-orang masuk surga, bahkan mereka yang membenci dan memusuhi aku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar