Memahami arus Teologi Harapan yang muncul dalam pemikiran Teologi Kristiani pada abad 20 memberikan makna tertentu dalam sejarah beriman manusia dalam menanggapi pewahyuan Allah. Bersumber dan berpuncak pada hidup, penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus, iman akan janji Allah yang menyelamatkan pun dinamis di sepanjang sejarah manusia. Untuk itu refleksi terus menerus terhadap iman ini menjadi salah satu bentuk usaha untuk menangkap wahyu Allah yang telah real terjadi di sepanjang sejarah. Untuk itu, di sini akan ditampilkan beberapa pokok pemikiran tentang Teologi Harapan berkaitan dengan pemahaman realitas eskatologis wahyu Allah dari para teolog modern. Secara garis besar, menurut para teolog modern, eskatologi adalah refleksi atas iman yang tidak mungkin tidak melangkah menuju masa depan-yakni refleksi iman yang berwujud pengharapan.[1]
Konteks/ Realitas yang dihadapi oleh manusia dalam refleksi teologi:
Penderitaan manusia dalam menghadapi berbagai macam ancaman kemanusiaan seperti: perang dunia, pengrusakan alam, penyakit, banalitas kejahatan, dan serta realitas kematian yang tak terelakkan. Teologi berusaha merefleksikan iman ketika manusia berhadapan dengan realitas-realitas ambang batas daya kemanusiaannya. Penderitaan dan kecemasan manusia ini mengantar pada pertanyaan-pertanyaan tentang akhir zaman dan harapan yang didalamnya terdapat pergulatan iman soal keselamatan.
Pertanyaan dasar:
Bagaimana iman akan Yesus Kristus yang menderita, wafat dan bangkit dalam menghadapi konteks historis dari dunia tersebut? Apakah arti eskatologis iman Kristiani di tengah dunia yang menderita dan hampir tanpa harapan karena realitas kematian?
1. Jurgen Moltmann:
kata kunci: teologi salib, simpatic God, perichoresis, Allah janji, antisipasi atas janji, bertanggungjawab atas hidup
Refleksi Moltmann:
· Berpangkal dari iman akan Yesus Kristus yang menderita, wafat dan bangkit sebagai wujud solidaritas Allah, atau keterlibatan hidup Allah dalam sejarah manusia yang mengalami penderitaan. Allah pun tersalib di dalam manusia yang menderita. Yesus menjadi realitas konkret solidaritas Allah ini atas dasar cinta kasih-Nya (pathos of God and the sympatheia of men)à Lihat Deus Caritas Est Paus Benedictus XVI.
· Yesus adalah kepenuhan sekaligus pintu gerbang dari ‘janji’ keselamatan Allah bagi manusia dalam ‘cinta’. Keterlibatan ini tampak dalam dinamika sejarah yang terus menerus diperjuangkan oleh manusia dalam rangka antisipasi terhadap janji Allah ini.
· Dengan demikian, eskatologi berarti hidup kekal sebagai janji Allah telah dimulai dan senantiasa berjalan dalam dinamika relasional antara Allah dan manusia (Perichoresis).
· Iman akan eskatologi tidak lagi dipahami hanya janji Allah pasca kematian namun real sungguh hadir dalam keterlibatan manusia untuk mempertanggungjawabkan hidupnya yang bermakna. Makna ini didorong oleh cinta yang didalamnya hidup kekal itu benar-benar ada. Eskatologi berarti kristiani mesti memberi perhatian pada sejarah dan pada keterlibatan Allah dalam sejarah.
2. Pannenberg
· Perhatian teologi Pennenberg tertuju pada Yesus dan Pewartaan-Nya. Kedatangan Kerajaan Allah –itulah satu-satunya kenyataan yang menggetarkan hidup Yesus. Allah menentukan masa sekarang sebagai Dia yang akan datang. Allah adalah hidup –artinya Allah mampu untuk selalu menciptakan hal baru, dan bagi manusia yang hidup dalam waktu, Ia nampak sebagai yang akan datang. Allah hadir dalam sejarah yang bergerak ke arah masa depan.
· Dengan demikian, Pannenberg mengambil kesimpulan bahwa Kebangkitan Yesus berarti:
1. Bahwa akhir zaman telah mulai
2. Bahwa Allah meneguhkan karya Yesus sebelum paskah
3. Bahwa Yesus –oleh Gereja purba diidentifikasikan dengan Anak Manusia
4. Bahwa Allah mewahyukan diri secara definitif
5. Bahwa Kerajaan Allah harus diwartakan kepada mereka yang belum mengimani Allah.
6. Kebangkitan diwartakan sebagai ajaran Yesus sendiri.
· Memahami refleksi teologi dari Panenberg memang tidak mudah, apalagi mengenai konsep eskatologis. Konsep eskatologis erat kaitannya dengan realitas soteriologis yang terjadi karena kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus mempunyai arti soteriologis karena benar-benar merupakan peristiwa sejarah. Melalui kebangkitan Kristus, Allah secara definitif hadir dalam sejarah manusia. Dinamika sejarah manusia telah ditebus dan dianugerahkan keselamatan serta secara antisipatif masih terus berlangsung hingga kepenuhannya. Dengan demikian, eskatologis dipahami sebagai kehadiran Allah yang real dalam sejarah yang tengah berproses menuju kepenuhannya.
3. Karl Rahner
Refleksi teologis Karl Rahner tentang eskatologis sebenarnya tidak cukup jelas. Ia berpangkal pada realitas transendental manusia. Titik pijaknya adalah antropologi kristiani sebagai ciptaan Allah yang menyejarah dan bergerak ke arah masa depan. Pokok-pokok gagasannya adalah:
· Eskatologi adalah suatu cara memandang dan mendekati hidup, yakni memandang hidup ke arah masa depan, sebab manusia selalu menjadi dan manusia selalu pada perjalanan ke arah tujuannya yakni kebenaran (manusia berdimensi transenden)
· Eskatologi mengungkapkan ke depan, apa yang dialami sekarang; maka mengenai eskaton kita hanya mengetahui apa yang sudah kita ketahui sekarang mengenai manusia: dalam Kristus ia telah ditebus.
· Oleh karena penebusan Kristus, rahmat keabadian dianugerahkan kepada manusia dengan selalu bergerak ke depan, ke arah kesejatiannya yakni pada Allah. Dengan demikian eskatologis mulai hadir saat manusia berjuang untuk mentransendensikan dirinya yakni saat ia mulai berproses untuk ‘menjadi’ ke arah masa depan.
4. Para Teolog Politik dan Pembebasan
Arus refleksi teologis tentang eskatologi dari para teolog di atas telah memicu pergulatan refleksi yang lebih lanjut berkaitan dengan pertanggungjawaban iman yang mungkin sebagai bentuk antisipasi atas janji Allah yang telah hadir dan berproses menuju kepada kepenuhan ini. Para Teolog tersebut adalah:
ü Karl Barth:
a. Eskatologi : merupakan pencarian dalam sejarah (pengalaman) tentang kehidupan bersama dengan Allah dan manusia
b. Eschatology is about Jesus Christ in his threefold parousia (kehadiran efektif) of resurrected life, presence in the Spirit, and consummating coming. Dengan demikian, peristiwa Jesus Kristus yang menderita, wafat dan bangkit sungguh menjadi realitas konkret dalam perjuangan kemanusiaan, sebab segala gerak perjuangan kemanusiaan ini dibangkitkan, dijiwai dan diteguhkan oleh Kristus. Eskatologi adalah saat dimana umat diangkat menjadi umat-Nya dan Allah sungguh menjadi Allahnya ketika manusia menjadi manusia sepenuh-penuhnya dalam Kristus yang telah membuka pintu gerbang ke arah kebenaran sejati ini.
c. Eskatologi lalu menjadi nyata dalam seluruh gerak kehidupan yang mengarahkan manusia menuju pada kesejatiannya sebagai manusia yang bersumber serta berpuncak pada peristiwa Yesus, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Eskatologi menggerakkan manusia untuk terlibat dalam perjuangan kemanusiaan di tengah dunia yang konkret.
ü Joao Batista Libanio:
Meski tidak secara eksplisit mengungkapkan refleksi teologis tentang eskatologi namun dalam merefleksikan realitas penderitaan masyarakat Brazil serta kaitannya dengan iman kepada Kristus, Libanio mengungkapkan beberapa pokok refleksi berikut:
a. Eschatology as a central category of the Kingdom of God unites the utopias, the hopes, and dreams of the people of Israel with those of the poor. In one and the same semantic universe history (the Kingdom) and transcendence (God) are united, thus going beyond dualism, dichotomies, offering a verification for the realisation of the transcendent in history, as the dynamism which drives human beings to the liberation of the poor and oppresed.
b. Through the resurrection of the dead, which God’s fundamental act of LOVE, the eschatological significance of God’s preference for the poor appears more clearly. Those who suffered so greatly in earthly history, who were familiar with weakness, humiliation, now share in the victory, power, and glory of God, who raised Jesus and who will raise these poor of the earth.
Kesimpulan:
Eskatologi dalam refleksi teologi para teolog modern dipahami sebagai wujud kehadiran real Allah dalam sejarah, hidup dan dinamika perjuangan manusia dalam mentransendensikan dirinya (bukan pertama-tama adalah kehidupan setelah mati). Meski berhadapan dengan realitas penderitaan dan kematian, eskatologi ini hadir dalam keterlibatan Allah dalam hidup manusia melalui Kristus dalam ikatan cinta. Allah yang hadir itu sebagai janji bagi manusia yang telah hadir namun masih berproses menuju kepada kepenuhannya. Sisi otonomi manusia dalam refleksi teologi ini amat kental karena Allah sendiri berkenan solider dan berbagi hidup dengan manusia. Dengan demikian, pembicaraan tentang eskatologi adalah pembicaraan tentang pertanggungjawaban hidup manusia dalam memperjuangkan sejarahnya yang terus berjalan ke arah masa depan yang lebih bermakna. Sebab dengan Hidup Manusia, Allah dimuliakan. Gloria Dei Homo Vivens. Iman adalah gerak aktif untuk terus memperjuangkan hidup bersama dengan Allah dan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar