Akhir-akhir ini, aku
sering bermimpi. Mimpiku itu terkait dengan kerinduanku untuk sekedar duduk
diam menikmati keindahan alam. Sejenak melepaskan diri dari detak waktu yang
seakan tidak pernah mau memberi sedikit ruang padaku. Aku ingin mengalami
moment yang seakan detak waktu pun berhenti, tanpa harus merasa dikejar oleh
waktu. Dan aku ingin menghayati persahabatanku dengan semesta, yang sudah
semakin tua dan rapuh ini. Sekedar duduk-duduk di lereng gunung, menikmati
ketinggian, ataupun di pinggir pantai, menikmati tamparan angin laut. Aku ingin
menghayati kesendirianku, ketika aku merasa Tuhan memelukku.
Senin, 19 November 2012
Minggu, 18 November 2012
Cinta itu abadi, hidup itu singkat: Sebuah Renungan
Ketika merenungkan tentang hidup ini, kadang kita berhadapan dengan
angka-angka, waktu dan segala macam kisahnya. Namun itu semua hanya sementara.
Tidak ada seorang manusia pun yang hidup selamanya di bumi ini, bahkan seorang
Highlander atau vampir pun bisa mati. Ketika kematian itu terjadi, semua hal
tentang manusia itu seolah-olah berhenti. Tidak lagi tumbuh dan berubah, selain
hancur berubah lebur menjadi debu. Dari substansi organik ke substansi
anorganik. Kisah manusia itu pun berhenti. Tidak ada lagi impian, apalagi
perjuangan. Dan oleh karena itulah, kematian itu tampak sangat menakutkan.
Manusia takut mati, takut mengalami kemandegan, takut kisahnya tamat dan
badannya hancur tak bersisa lagi. Meski menakutkan, kematian adalah kepastian
yang sangat sempurna, diantara segala macam ketidakpastian hidup yang selalu
menyisakan tanya. Orang lantas bilang, bahwa hidup itu begitu singkat, dan
setelah kematian tiba, hidup pun berhenti. Orang pun mulai menghitung-hitung
waktu yang diberikan padanya sebagai kesempatan untuk hidup.
Senin, 12 November 2012
Kekuatan Iman: Sebuah Renungan
Bacaan: Lukas 7:1-10
Pengalaman ini terjadi pada hari Jumat Agung beberapa tahun yang lalu. Saat itu, saya kebetulan
ditugaskan untuk asistensi di paroki Boyolali. Ketika saya sedang
berjalan-jalan di depan Gereja, saya bertemu dengan seorang pemuda yang duduk
di kursi roda. Pemuda ini cacat sejak lahir. Ia mengalami kesulitan berbicara,
dan kedua tangan serta kakinya tidak tumbuh secara normal. Lalu saya mengajak
dia kenalan dan ngobrol. Namanya
Siswanto. Tiba-tiba saya melihat ada secuil lukisan dirinya di belakang
kursi roda. Lalu saya tanya itu lukisan siapa. Ia menjawab bahwa itu adalah
lukisan dirinya, yang dilukis oleh dirinya sendiri. Dalam hati saya
mengaguminya, sebab dengan tangan yang aneh dan mengenaskan itu, mas Siswanto dapat melukis sedemikian
indah dan real. Saya seolah tak percaya. Namun ketika ada seorang yang
mengatakan bahwa lukisan-lukisan mas Siswanto ini sudah sering dipamerkan di
pameran hasil karya para difabel, saya jadi kagum.
Contoh Modul Rekoleksi Untuk KMK/OMK
Berikut ini adalah contoh sederhana modul pelayanan Rekoleksi Rohani bagi OMK atau KMK. Tema yang hendak diusung adalah Menemukan Kristus dalam Pelayanan dan Kesederhanaan. Modul ini merupakan salah satu contoh saja yang dapat dikembangkan sesuai dengan konteks masing-masing tujuan yang akan diraih. Berikut juga mengenai film yang dicontohkan, dapat dicari sesuai dengan tema yang akan digulati. Semoga dapat sedikit membantu para pendamping OMK dan KMK...
Tema: Menemukan Kristus dalam Pelayanan dan Kesederhanaan
Skenario I
Belajar dari Pengalaman Iman Chico Mendes
(nonton Film)
Merefleksikan pengalaman Chico Mendes
menjadi pengalaman pribadi.
Apakah artinya beriman
Kristiani?
Senin, 05 November 2012
Kapel Adorasi Ekaristi Abadi
Beberapa tahun belakangan ini, setelah Kongres Ekaristi I, umat Keuskupan Agung Semarang mulai mengenal dan mengalami Adorasi Ekaristi Abadi. Di beberapa tempat bahkan telah dibangun kapel Adorasi Ekaristi Abadi, seperti yang terdapat di Gua Maria Kerep Ambarawa. Adorasi Ekaristi Abadi adalah salah satu bentuk penghormatan Ekaristi Mahakudus di luar Misa. Disebut ‘Abadi’ karena penghormatan terhadap Sakramen Mahakudus yang ditahtakan, dilakukan tak kunjung putus. Umat hadir memberikan penghormatan terhadap Sakramen Mahakudus di sepanjang waktu.
Dalam ensiklik Ecclesia de
Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa penghormatan Ekaristi
di luar Misa merupakan harta yang tak ternilai dalam kehidupan Gereja.
Penghormatan ini berhubungan erat dengan Perayaan Kurban Ekaristi. Di dalam
Adorasi Ekaristi Abadi umat dapat memberikan penghormatan yang tak kunjung
putus (abadi) dan bersembah sujud kepada Kristus sendiri yang benar-benar hadir
di dalam Sakramen Mahakudus.
Kitab Suci: Kompas Menuju Keselamatan
Ajaran Gereja Katolik
mengenai kebenaran Kitab Suci terkait
erat dengan ajaran tentang Wahyu Ilahi. Gereja memahami bahwa wahyu adalah
kebaikan dan kebijaksanaan Allah yang berkenan mewahyukan diri serta
memaklumkan rahasia kehendak-Nya (Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat
menghadap Bapa melalui Kristus, Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan
ikut serta dalam kodrat Ilahi (Ef 2:18; 2 Ptr 1:4). Ajaran ini termuat dalam Konstitusi
Dogmatis tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum) Konsili Vatikan II. Rahasia kehendak
Allah dalam menyelamatkan manusia ini berpuncak dalam hidup, karya dan misteri
Paskah Kristus (sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya). Atas pewahyuan diri Allah
ini, manusia menanggapi dengan ketaatan iman. Ketaatan iman ini ditunjukkan
dengan selalu terbuka akan Sabda Allah yang telah terungkap dalam diri Tuhan
kita Yesus Kristus. Keterbukaan akan
sabda Allah ini terwujud dalam kesediaan untuk menghidupi sabda Tuhan dan
mewartakan kepada segala makhluk. Pewartaan Sabda Tuhan ke segala makhluk ini
menjadi bagian dari salah satu ketaatan iman yang merupakan bentuk meneruskan
wahyu ilahi.
Liturgi: Karya Penebusan Umat Beriman
Dalam Konstitusi
tentang Liturgi Suci, Konsili Vatikan II menulis demikian: Sebab
melalui Liturgilah dalam Korban Ilahi Ekaristi, “terlaksanalah karya penebusan
kita”. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan
penghayatan mengungkapkan Misteri Kristus serta hakekat asli Gereja yang
sejati, serta memperlihatkan itu kepada orang-orang lain, yakni bahwa Gereja
bersifat sekaligus manusiawi dan Ilahi, kelihatan namun penuh kenyataan yang
tak kelihatan, penuh semangat dalam kegiatan namun meluangkan waktu juga untuk
kontemplasi, hadir di dunia namun sebagai musafir. Dan semua itu berpadu
sedemikian rupa, sehingga dalam Gereja apa yang insani diarahkan dan diabdikan
kepada yang ilahi, apa yang kelihatan kepada yang tidak nampak, apa yang
termasuk kegiatan kepada kontemplasi, dan apa yang ada sekarang kepada kota
yang akan datang, yang sedang kita cari. Maka dari itu Liturgi setiap hari membangun mereka yang berada didalam Gereja menjadi
kenisah suci dalam Tuhan, menjadi kediaman Allah dalam Roh, sampai mereka
mencapai kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Maka Liturgi
sekaligus secara mengagumkan menguatkan tenaga mereka untuk mewartakan Kristus,
dan dengan demikian menunjukan Gereja kepada mereka yang diluarnya sebagai
tanda yang menjulang diantara bangsa-bangsa. Dibawah tanda itu putera-putera
Allah yang tercerai berai dihimpun menjadi satu, sampai terwujudlah satu
kawanan dan satu gembala. (SC 1).
Kerendahan Hati Menurut St. Ignatius Loyola
Santo Ignatius
Loyola, pendiri Serikat Jesus pernah menulis, bahwa kerendahan hati adalah
syarat mutlak untuk memperoleh keselamatan kekal. Untuk memperoleh sikap
kerendahan hati ini, St Ignatius menuliskannya dalam Latihan Rohani, sebuah buku penuntun retret bagi setiap orang yang
hendak mengikuti Kristus secara lebih dekat. Dengan kerendahan hati, hidup kita
pun berpusat pada Allah, sumber segala sesuatu. Dengan demikian, seluruh hidup
kita hanya berdasarkan kehendakNya saja. Dan tujuan hidup kita hanyalah demi
kemuliaan Allah yang lebih besar, sebagaimana tujuan hidup dan karya St.
Ignatius Loyola beserta para kudus yang mencintai Kristus dengan begitu total.
Langganan:
Postingan (Atom)