Akhir-akhir ini, aku
sering bermimpi. Mimpiku itu terkait dengan kerinduanku untuk sekedar duduk
diam menikmati keindahan alam. Sejenak melepaskan diri dari detak waktu yang
seakan tidak pernah mau memberi sedikit ruang padaku. Aku ingin mengalami
moment yang seakan detak waktu pun berhenti, tanpa harus merasa dikejar oleh
waktu. Dan aku ingin menghayati persahabatanku dengan semesta, yang sudah
semakin tua dan rapuh ini. Sekedar duduk-duduk di lereng gunung, menikmati
ketinggian, ataupun di pinggir pantai, menikmati tamparan angin laut. Aku ingin
menghayati kesendirianku, ketika aku merasa Tuhan memelukku.
Saat ini, aku hanya
ingin menjadi sahabat bagi siapapun, termasuk bagi diri sendiri yang mungkin
sudah lama aku lupakan. Seringkali aku menyiksa diriku dengan angan yang
terlampau jauh, tinggi dan seolah dikejar oleh waktu. Aku ingin sejenak
bermanja dengan diri sendiri, tanpa harus melukai orang lain maupun semesta.
Dan itu terjadi seperti ketika aku tidur, saat aku membiarkan diriku dibuai
oleh alam yang tak berwaktu, hingga akhirnya bangun kembali sesuai dengan
keinginan tubuhku. Aku menemukan saat-saat intim dengan diriku itu, ketika aku
tidur, yang bahkan sekarang ini terkadang begitu sulit kulakukan.
Namun aku berusaha
untuk selalu bersyukur, atas semua yang terjadi dan harus kutanggung. Sebab
tidak ada yang bisa kulakukan dan kupilih selain itu. Aku berusaha mensyukuri
semuanya, termasuk ketidakbijaksanaanku, dan juga kekanak-kanakanku. Mungkin
memang terkesan bodoh dan naif, namun itulah kenyataannya. Aku lebih memilih
bersyukur di sela-sela perjuangan yang kadang membuatku benar-benar merasa
letih dan bingung. Harapanku, ada saat-saat dimana aku tidak terikat ruang dan
waktu. Mengalami indahnya persahabatan, tanpa ada rasa ingin menguasai dan
memiliki. Aku ingin mengembara ke tempat-tempat jauh, yang membuat jiwaku
merona berseri, karena seakan menemukan petualangan yang kan menjadikanku tokoh
utama dalam kisah perjalananku sendiri.
Tapi syukur ini
kuungkapkan dengan ketaatan. Taat untuk menjalankan segala tugas yang diberikan
kepadaku, yakni sebagai sahabat bagi semua orang. Aku tak hendak mengambil
manfaat apapun bagi diriku sendiri, sebab aku memang tidak berhak akan hal itu.
Aku hanya seperti musafir yang sejenak singgah untuk sedikit mendapatkan air
minum. Dan sesudah itu, aku harus berjalan lagi, demi tujuan yang masih ada di
depan sana. Sampai akhirnya kaki ini tak mampu digerakkan, bibir ini tak mampu
mengucap kata, mata ini tak lagi menangkap cahaya, dan nafas pun menguap pelan,
sebelum detak jantung menyatakan penat dan kemudian memilih berhenti. Setiap
dari kita adalah petualang-petualang itu, yang tidak memiliki sesuatupun selain
berkat energi yang senantiasa tercurah, untuk berjalan, dan bukan untuk
menikmati diri sendiri. Untuk berbagi, dan bukan untuk memiliki
sebanyak-banyaknya. Untuk memahami, dan bukan dipahami, untuk mencintai dan
bukan dicintai, untuk melepaskan dan bukan untuk membelenggu, untuk memberi dan
bukan untuk mengambil. Untuk taat kepada alur hidup yang telah disediakan bagi
kita oleh Tuhan dan semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar