Surga dan neraka itu apakah ada? Jika ada, sebenarnya seperti apakah surga dan neraka itu? Pertanyaan ini sering terlontar di antara kita manusia, yang memang tidak akan sempurna hidup di dunia ini. Kepastian akan kematian telah membuat manusia bertanya tentang hidupnya kelak setelah tidak lagi diperkenankan memiliki tubuh yang rapuh dan tak abadi ini. Apakah memang akan ada kehidupan setelah kematian di dunia ini? Secara logika, kita tidak akan mampu menjawab itu, karena logika mengandalkan suatu pengalaman empiris yang mampu dipahami dan ditangkap oleh manusia biasa. Dan secara logika pula kita bisa mengatakan bahwa setelah kematian, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi; seperti tidur tanpa mimpi. Saat kita tertidur tanpa bermimpi, dimanakah keberadaan kita? Mengapa bisa kita hidup, meski kita tidak merasakan apun juga, saat tidur kita tanpa mimpi? Apakah itu gambaran kematian, yakni ketika kita tidak tanpa mimpi? Dan apakah saat itu kita telah berjumpa dengan surga atau neraka?
Surga dan neraka berada dalam ranah iman. Dan iman merupakan salah satu bagian dari realitas manusia. Manusia tidak mungkin hidup berdasarkan logika saja, tetapi juga berdasarkan pengalaman religius. Pertanyaan-pertanyaan menyangkut hal-hal eksistensial dalam hidup ini menghantarkan manusia pada kesadaran bahwa dirinya juga merupakan makhluk religius, selain makhluk rasional dan emosional. Manusia akan bertanya: darimana ia berasal sebelum terlahir, dan apa yang akan dialami setelah kematian tubuh menjadi bagian yang terelakkan. Saat itulah pertanyaan tentang surga dan neraka mengemuka. Lantas agama menangkap realitas religius ini dalam membangun konsep surga dan neraka dalam koridor iman. Surga lantas dimaknai sebagai hidup setelah kematian tubuh yang penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan, sementara itu neraka sebagai kebalikan dari surga. Penentu orang masuk surga atau neraka adalah Sang Pencipta Kehidupan sendiri, yakni Tuhan. Misteri dari segala misteri yang nyata sebagai pertanyaan teragung yang ada dalam benak setiap jiwa. Tuhan juga berdiri sebagai jawaban teragung dari pertanyaan itu.
Jika demikian halnya, sebenarnya adakah surga dan neraka itu? Dan jika ada, seperti apakah surga dan neraka itu? Jelas, logika tak mampu menjawabnya sebab memang tidak pernah ada pengalaman empiris yang menyatakan bahwa seorang manusia pernah masuk surga atau neraka dan kembali lagi ke dunia. Namun iman memiliki jawaban, ketika kita bersentuhan langsung dengan Allah. Pengalaman bersentuhan langsung dengan Allah inilah yang memperkuat kesadaran bahwa surga dan neraka itu memang ada. Lantas orang memahami secara iman, surga adalah saat kita bersatu dengan Sang Kehidupan, Tuhan Allah. Sementara neraka adalah saat manusia itu terpisah dari sumber sejatinya. Bagaimana orang bisa mengalami surga atau neraka sebenarnya sudah bisa dirasakan sejak manusia hidup di dunia, yakni terkait relasinya dengan Allah. Jika manusia tidak memiliki relasi dengan Allah, maka seluruh hidupnya bisa dinyatakan sebagai neraka, demikian sebaliknya. Dan ukuran dari relasi ini bukan lagi persoalan keberuntungan hidup di dunia, tetapi seberapa besar kedamaian serta kemantapan manusia untuk menghargai kehidupan. Saat itulah agama menjadi jalan menuju surga, sebab agama mengajak orang untuk selalu bersentuhan dengan Allah. Lantas bagaimana bersentuhan dengan Allah itu? Ada seorang yang amat luar biasa, yang menjadi jalan bagi eratnya relasi manusia dengan Allah, yakni Tuhan Yesus Kristus. Dialah Jalan, Kebenaran dan Kehidupan. Dialah representasi surga di bumi. Dan itu nyata di dalam seluruh kehidupanNya. Dialah jalan ke surga karena DIA merupakan Sang Wujud Cinta. Ketika kita mampu memeluk Cinta itu, kita tengah terarah ke surga, sebab Tuhan hadir di tengah dunia di dalam Cinta. Lebih lagi, Tuhanlah Cinta. Marilah kita ke surga dengan cinta, sebab DIA telah turun dari surga dengan Cinta. Jika demikian halnya, pertanyaan tentang adakah surga dan neraka itu mendapatkan jawabannya di dalam cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar