Setiap seniman pasti pernah merasa galau. Dan setiap orang pada dasarnya bisa menjadi seorang seniman karena pasti pernah merasa galau. Ada begitu banyak puisi, film, novel tercipta, lagu terdendang, lukisan tertoreh, serta kebijaksanaan terlahir dari kegalauan manusia. Proses memahami, menerima dan akhirnya mensyukuri kegalauan itu adalah proses ‘kehamilan’ suatu karya. Dan suatu karya seni tercipta karena ‘kehamilan’ atas kegalauan ini dilalui dengan baik.
Namun kadang manusia tidak dapat mengalami proses kehamilan ini dengan baik. Mereka terlalu sibuk mencari keadaan dimana segala sesuatunya sangat ideal bagi hidupnya. Memang sebagian orang mampu meraihnya, namun sebagian orang terkadang tidak memiliki banyak pilihan untuk meraih sesuatu yang ideal itu. Pada saat itulah kegalauan itu menyeruak. Menyita seluruh energi, rasa, dan perhatian terhadap proses kehamilan itu. Hingga ada beberapa yang kemudian melarikan diri, mencari pelampiasan atas kegalauan itu dengan alasan menyembuhkan luka hati. Memang orang-orang yang demikian itu tidak salah, karena hukum alam tentang keseimbangan tetap berlaku. Sama halnya dengan naluri, seperti orang yang menjerit kesakitan ketika dicubit, atau tersundut api. Teriakan kesakitan ini merupakan bagian dari keseimbangan atas luka yang diderita. Sama halnya ketika orang yang lari menjauh dari sumber kesakitannya. Jadi proses menghindar dari kegalauan adalah sesuatu yang wajar, naluriah, alamiah dan adil. Sama seperti anak-anak jalanan yang ketika ditanya kenapa harus lari ke jalan dan mereka menjawab bahwa di rumah tidak lagi ditemukan cinta dan kasih sayang.
Pada dasarnya, kegalauan adalah proses alamiah manusia untuk selalu mencari keseimbangan, harmoni hidup. Ketika situasi dirinya tidak seideal yang diinginkannya, maka ia pun galau dan bergerak ke arah yang ideal itu. Dan jika ternyata hal yang ideal itu seakan tinggal sebagai sebuah impian fiktif, ia akan mencoba menemukan idealisasi lain demi sebuah keseimbangan. Inilah sebenarnya sebuah proses ‘kehamilan’.
Namun tidak banyak yang mampu menangkap makna kegalauan sebagai suatu kehamilan ini. Sebab memang kegalauan atau kehamilan itu saat yang tidak mengenakkan, tidak ideal, dan tidak seimbang. Ia pasti akan segera mencari keseimbangan, entah dengan cara apapun. Ada yang dengan setia menerima kegalauan itu sambil menikmati detik demi detik prosesnya, namun ada yang segera lari menjauh. Orang yang tidak merasa kuat dengan itu, lantas mencari pelepasan dari luar dirinya, dan yang terjadi lalu sebuah keterpurukan. Namun ada orang yang dengan setia menerima itu dan menemukan pelepasan dari dalam dirinya. Orang-orang demikian, selalu mencoba merasakan sakitnya galau dan dengan setia menunggui proses pertumbuhan ‘kehamilan’nya. Dari proses menunggu ini, lahirlah suatu ‘pewahyuan’ yang terungkap dalam suatu karya, akibat sebuah perdamaian dengan kegalauan. Dengan demikian, sebenarnya, galau itu adalah suatu tanda kehidupan dan energi untuk berkarya. Life is never flat, begitu semboyan sebuah iklan, dan memang demikianlah adanya. Hanya kita mau menerimanya atau tidak? Atau kita ingin yang flat-flat aja?
So, mari kita menjadi seperti ibu-ibu hamil, yang setia membawa, dan menunggui pertumbuhan anak yang dikandungnya. Meski tidak nyaman, penuh perjuangan, dan mengharuskan kita setia menanggungnya, namun hal itu akan membuahkan suatu karya yang indah. Berkacalah pada seniman-seniman yang menghasilkan karyanya dari proses kehamilan atas kegalauan hidupnya, idealisme, pengharapan, cita-cita dan cinta mereka. Dengan begitu, kita tidak perlu melarikan diri dari kegalauan, namun bersahabat dengannya. Kita tidak perlu mengutuki kegalauan, namun perlu berterima kasih padanya. Dan kini saatnya kita mendandani serta mempercantik kegalauan itu ke dalam suatu karya. Menerimanya sebagai bagian dari ‘pewahyuan’ diri. Setelah kegalauan itu menjadi karya nan cantik, biarlah orang lain terangsang untuk hidup dan berkarya….dengan berproses ‘mengandung’, merawat, dan mensyukuri kegalauan itu, hingga mereka pun mampu melahirkan karya-karya indah serupa. Selamat ‘hamil’ kegalauan, kawanku!
gambarnya dari film love so divine ya mo? :p
BalasHapusyap betul maria...dari love so divine..kamu pernah nonton ya...?
BalasHapuspernah nonton romo.. hoho
BalasHapus