Syukur kepada Allah atas munculnya Pedoman Hidup Para Imam yang memuat begitu banyak hal tuntunan tentang pemahaman serta penghayatan hidup imamat yang berkelanjutan. Saya sungguh bersyukur akan hal ini, karena sebagai imam muda, pergulatan dan perjuangan saya untuk memahami serta menjalankan hidup imamat masih banyak diwarnai dengan berbagai macam gejolak manusiawi yang normal sesuai dengan konteks zaman. Pergulatan dan perjuangan ini menjadi semacam petualangan terus menerus dalam rangka meneladan Yesus dan menghadirkan-Nya dalam setiap tugas dan karya yang saya jalani.
Apa yang diungkapkan dalam Pedoman Hidup Para Imam sungguh indah dan luhur bagi para imam sebab memang demikianlah halnya martabat imamat dan penghayatannya. Saya menyadari bahwa diri saya ini lemah dan berdosa, namun senantiasa diajak untuk terus menerus hidup seturut dengan kasihNya yang semakin menyempurnakan. Meski perjuangan untuk menjadi sempurna ini tidak mudah, namun saya semakin menyadari bahwa hakikat panggilan sebagai murid Kristus yang sejati adalah memperjuangkan kesempurnaan yang tidak mudah itu. Untuk itu, saya berusaha untuk mensyukuri setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan saya sebagai wujud pendampingan penyempurnaanNya tiada henti. Kejatuhan dan kegagalan saya dalam menghidupi martabat imamat yang sering terjadi dalam hal relasi, kesetiaan untuk hidup bersahaja, dan juga dalam hal membangun kematangan pribadi serta merta mengajak saya untuk terus menerus merenungkan tentang panggilan sebagai murid sejati. Itulah salib yang harus terus menerus diperjuangkan. Sebab saya yakin, perjuangan untuk menjadi kudus dihadapanNya, adalah sebuah kesaksian iman akan Kristus bagi umat yang juga tengah berziarah menuju kepadaNya. Dan saat itu pulalah dibutuhkan sebuah semangat untuk rendah hati, mau belajar terus menerus, dan tidak mudah menghakimi pribadi lain yang juga tengah berjuang menjadi kudus.
Dalam hal ini, saya banyak belajar dari para imam yang sudah senior, yang dengan setia dan rajin berjuang untuk menggapai kesempurnaan seturut Kristus. Di hadapan mereka, saya mungkin masih sangat tidak sempurna, namun saya merasakan bahwa mereka juga menjadi saksi kebenaran Kristus dan saya terpesona karenaNya untuk semakin berani mendekatiNya. Saya sungguh merasakan kehadiran Kristus dari para imam senior yang dengan tekun serta setia menghayati hidup imamatnya semakin mendalam. Untuk itu, saya berusaha menimba kekuatan rohani Kristus dari perjumpaan-perjumpaan dengan para imam tersebut. Dan kadang kala saya juga membutuhkan bimbingan rohani dari mereka, sebagai sesama imam yang tengah dipanggil untuk menjadi saksi iman akan Kristus.
Di samping itu, saya juga sungguh menimba kasih penyempurnaan Tuhan ini dari perayaan-perayaan Sakramen yang saya rayakan bersama umat, maupun sakramen tobat yang selalu menjadi kerinduan saya setiap kali berjumpa dengan para imam senior saya. Sebab dengan begitu, saya merasa punya relasi yang kuat dengan Sang Guru Sejati, yakni Kristus, yang senantiasa mengulurkan tangan untuk menopang segala kerapuhan saya. Melalui pergulatan ini pula saya menghayati hidup saya sebagai seorang beriman, sebagai seorang yang terpesona pada Kristus. Akhirnya, di awal-awal perjalanan saya sebagai seorang imam ini, saya sungguh merasa dikuatkan oleh perayaan-perayaan sakramen yang saya rayakan dan juga oleh kesaksian hidup para imam senior. Semoga saya boleh mengikuti Dia, yang telah merelakan diriNya bagi keselamatan manusia, seperti induk Pelican yang memberikan tubuh dan darahnya bagi keselamatan dan kehidupan anak-anaknya. Dan secara penuh saya sadar, bahwa perjuangan ini mengalir terutama dari DIA, bukan dari diri saya sendiri. Apa yang baik dalam diri saya merupakan rahmat Allah, dan apa yang jelek dalam diri saya, merupakan kesalahan saya sendiri yang kadang tidak taat dan tidak tahan dalam menanggung konsekuensi Salib.
Ad Maiorem Dei Gloriam
Sragen, 2 Oktober 2011
Yohanes Ari Purnomo, Pr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar