Suatu kali ada seorang OMK
bertanya kepadaku: kenapa orang begitu mudah melihat kejelekan atau kesalahan
orang lain, sementara jarang yang berani mengakui kesalahan dan kejelekan diri
sendiri. Lalu aku pun menjawab bahwa setiap orang pasti lebih mudah untuk
mementingkan diri sendiri. Dengan membicarakan kejelekan orang lain atau pun
kesalahannya, seolah diri sendiri mendapatkan kebenaran dan tidak lebih buruk
dari orang lain. Itu kecenderungan yang alamiah, seperti ketika kebanyakan orang
akan mencari keselamatan sendiri ketika kapal yang ditumpanginya karam. Jarang
ada orang yang merelakan pelampungnya untuk dipakai orang lain agar orang itu
selamat. Itulah manusia, maunya selalu
menjadi pemilik kebenaran dan dengan begitu terselamatkanlah dirinya. Tapi
apakah itu kebenaran?
Aku pernah menonton film serial
yang cukup unik namun menggelitik. Judulnya Lucifer. Serial itu mengkisahkan
tentang Lucifer, Sang Iblis yang bosan menjaga neraka dan kemudian memberontak
untuk mengadakan liburan di dunia. Ia mengambil nama Lucifer Morningstar,
seorang pengusaha klab malam yang ganteng, kaya raya dan punya kekuatan untuk
menghipnotis orang hingga orang itu mengungkapkan hasrat terdalamnya. Ada
pernyataan Lucifer yang cukup menggelitik benakku yakni tentang kebiasaan
manusia untuk menyalahkan Iblis atas perbuatan jahat. Memang serial itu tidak
untuk berdakwah tentang agama atau kepercayaan tertentu, namun menurutku, apa
yang diungkapkan Lucifer itu juga ada sisi kebenarannya. Selama ini nama Iblis
selalu dikaitkan dengan kejahatan, padahal manusia selalu memiliki kehendak
bebas. Iblis memang merayu, menggoda, tetapi manusia tetap memiliki kehendak
bebas untuk memilih rayuan itu, atau menolak rayuan itu. Yesus mengajari dengan
begitu luar biasa, ketika Ia digoda Iblis di padang gurun. Dengan begitu,
sebenarnya Iblis tidak bisa disalahkan begitu saja. Tuhan memang menugaskan ia
untuk menggoda manusia, tetapi keputusan terakhir, tetap ada di tangan manusia.
Oh betapa luhurnya manusia jika demikian sehingga Iblis pun iri terhadap
manusia. Namun terkadang manusia tidak menyadari kekuatannya sendiri, lantas
meletakkan kesalahannya kepada Iblis. Ia tidak berani bertanggungjawab atas
pilihan perbuatannya sendiri. Ketika manusia meletakkan kesalahannya kepada Iblis,
saat itulah Iblis menang, namun sekaligus kalah. Ia menang karena manusia
memilih rayuannya. Ia kalah karena Tuhan mencintai manusia dengan begitu luar
biasa sehingga Iblis tidak pernah lepas dari anggapan bahwa Ia jahat.
Saudaraku,
menurutku kebenaran itu tidak tampak hitam putih tetapi justru tampak dalam
kehendak bebas manusia. Ketika manusia berani memilih, mempertanggungjawabkan
pilihannya, apapun itu, saat itulah ia menggunakan kekuatan kebenaran yang
Tuhan berikan. Sebab ia tidak akan mempersalahkan siapapun, kecuali dirinya
sendiri. Ia juga tidak akan membenarkan siapapun kecuali diri sendiri. Sebab
Yesus bersabda: Karena
barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Yesus
adalah kemerdekaan jiwa. Maka merdekalah, dan pertanggungjawabkan kemerdekaan
jiwamu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar