Di tahun politik ini, tahun 2019, Indonesia
tengah melangsungkan Pesta Demokrasi dengan adanya Pemilu 2019. Pemilu kali ini
amat berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya karena diadakan secara serentak
antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Tentu tension (tegangan)
politiknya semakin terasa pada Pemilu 2019 dibandingkan pemilu-pemilu
sebelumnya. Meski tegangan politiknya terasa meningkat, namun pelaksanaan
kampanye dan Pemilu sendiri yang berlangsung pada tanggal 17 April 2019 dapat
berjalan dengan lancar. Meski setelahnya tentu ada beberapa kekurangan, hal itu
masih akan terus disempurnakan hingga KPU (Komisi Pemilihan Umum), lembaga
negara penyelenggara Pemilu, mengumumkan
hasil Pemilu secara resmi pada tanggal 22 Mei 2019.
Pasca Pelaksanaan Pemilu tanggal 17 April 2019,
KPU dengan dibantu beberapa lembaga survey yang ditunjuk secara resmi oleh
pemerintah telah menyampaikan hasil penghitungan cepat atau Quick Count. Menanggapi
hasil Quick Count ini, ada berbagai macam reaksi yang muncul dari masing-masing
kontestan yang ikut dalam Pemilu, baik kontestan partai, calon legislatif,
maupun Calon Presiden dan Wakil Presiden. Ternyata suara rakyat menjadi semacam
senjata pamungkas yang diperebutkan oleh berbagai kontestan tersebut agar bisa “terpilih”
dan “duduk” di pemerintahan, baik di DPR maupun sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. Dengan demikian, mereka tidak ingin jika senjata pamungkas itu
ternyata abal-abal ataupun dipecundangi oleh pihak lawan sehingga “kursi” itu
diduduki oleh pihak lawannya. Maka banyak reaksi lantas muncul untuk
mengamankan “senjata pamungkas” itu.
Pasca Pemilu, suasana yang terjadi dikalangan
elit politik di Indonesia ini persis dengan apa yang sering aku saksikan dalam
sebuat tayangan serial amat terkenal dari HBO yakni Serial Game Of Thrones
(GOT). Partai kontestan Pemilu, calon anggota legislatif, dan calon presiden
serta wakil presiden saling merasa menang atas suara rakyat. Tujuan mereka
adalah “kursi” pemerintahan. Jika diibaratkan dalam Game Of Throne,
partai-partai itu adalah klan-klan yang berusaha survive di tengah perebutan
The Iron Thrones yang diperebutkan oleh pemimpin-pemimpin klan. Sebagaimana
GOT, Iron Throne atau Penguasa Tujuh Kerajaan (King of Seven Kingdoms) di
Indonesia adalah kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Di dalam GOT,
setiap orang yang merasa sebagai pewaris The Iron Throne tidak pernah menyerah
untuk bisa menduduki Tahta Penguasa Tujuh Kerajaan itu. Demikian juga di
Indonesia. Baru saja pemilu usai dan dilakukan Quick Count, para kontestan
segera mengklaim kemenangan untuk memuluskan jalan menuju istana. Dan akhirnya,
semua klan tetap memiliki kepentingan masing-masing, demikian juga pemimpin
klan yang menghendaki Tahta. Seperti misalnya: Cersei Lannister, Sang Ratu yang
menguasai The Iron Throne telah mencelakai banyak klan dan pemimpin hanya demi
mendapatkan tahta, bahkan saudaranya sendiri diusir agar tidak menghalanginya
menduduki tahta. Demikian juga saudara dari raja terdahulu (Robert Baratheon)
yang dikudeta oleh klan Lannister yakni klan Baratheon atas nama Stanis
Baratheon mengangkat senjata untuk merebut The Iron Throne. Masih ada pula
Daenerys Targaryen yang adalah putri dari Aerys Targaryen, penguasa The Iron
Throne sebelum Robert Baratheon, menghimpun kekuatan untuk mengklaim kembali
kekuasaannya atas The Iron Thrones. Pada saatnya mereka saling berjuang, setiap
klan itu juga memiliki kepentingannya sendiri-sendiri yakni supaya kekuasaan
masing-masing klain itu berjaya.
Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di
Indonesia. Pasca Quick Count diadakan, masing-masing partai dan capres mulai
melihat kemungkinan apakah masih bisa mendapatkan kekuasaan, atau paling tidak
bisa mendapatkan “kursi” baik di DPR maupun di Pemerintahan dengan menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. Persekutuan antar klan memang beberapa kali
terjadi, namun pengkhianatan juga beberapa kali terjadi. Demikian juga di
Indonesia. Ada yang partainya mempercayai hasil Quick Count untuk partainya,
tapi tidak mempercayai hasil hitungan bagi Pilpres. Ada partai yang setelah
melihat hasil sementara dari Quick Count lantas memberikan statement untuk
tidak melakukan tindakan yang melanggar konstitusi, sementara partai lain
mengusulkan adanya People Power. Yang menjadi aneh di sini, jika mereka tidak
percaya Quick Count, kenapa mereka tidak sabar menunggu Real Count dari KPU dan
begitu tergesanya melontarkan reaksi yang justru menampakkan kekhawatiran akan
kekalahan? Kekhawatiran akan kekalahan justru memperkuat bahwa keinginan para
kontestan itu bukannya menyelamatkan negeri ini tetapi menguasai negeri ini.
Apa beda dengan intrik para pemimpin haus kekuasaan di dalam Game Of Throne
yang memperebutkan The Iron Thrones?
Ketika para politisi itu sedang disibukkan
dengan perebutan The Iron Throne yakni kekuasaan atas Republik ini, mungkin begitu
sedikit yang menyadari bahwa The Winter is Coming (Musim dingin telah tiba)
bagi bangsa ini. Jika di dalam GOT, The Winter is Coming adalah kiasan untuk
datangnya ancaman dari Night King dengan pasukan White Walker-nya yang adalah
mayat hidup dari balik The Wall. Night King akan menyerang dunia orang hidup,
termasuk Westeros atau Ibu Kota Tujuh Kerajaan. Di Indonesia, ancaman Night
King ini terjadi ketika persatuan bangsa dan sesama serta dasar negara
Pancasila diusik oleh kepentingan-kepentingan, baik itu kepentingan berdasarkan
SARA, ataupun kepentingan politik, ekonomi, dan keadilan sosial. Adakah
pemimpin yang menyadari bahwa The Winter is Coming?
Di dalam GOT, ada pemimpin yang menyadari akan
datangnya serangan Night King yakni Jon Snow yang ternyata dia adalah Aegon
Targaryen, keturunan terakhir laki-laki dari Aerys Targaryen, penguasa The Iron
Thrones sebelum dikudeta Robert Baratheon yang bekerjasama dengan klan
Lannister. Namun Jon Snow tidak menghendaki tahta. Ia hanya ingin melindungi manusia
dari serangan Night King beserta pasukan White Walkers-nya. Lalu bagaimana
kelanjutan cerita dari GOT setelah Night King datang? Ya tidak tahu karena
serialnya baru tayang untuk Final Season-nya di HBO sejak tanggal 14 April 2019
lalu. Jika pertanyaan itu dikaitkan dengan GOT yang ada di Indonesia,
bagaimanakah kelanjutan akhir dari Pemilu 2019? Ya tentu jawabannya juga tidak
tahu hingga nanti terjawab pada tanggal 22 Mei 2019. Maka, sebaiknya kita
sebagai bangsa Indonesia melihat lebih jauh seperti Jon Snow.
Sebenarnya musuh
kita bukanlah lawan politik, partai-partai sesama kontestan, lawan capres dan
wapres, tetapi musuh kita adalah ancaman pecah belah bangsa, ancaman
ketidakadilan bangsa, ancaman rongrongan terhadap Pancasila dan cita-cita bangsa.
Dan apakah ada calon pemimpin yang sadar akan hal itu lalu mengajak segenap
rakyatnya untuk bersama-sama berjuang menjaga bangsa Indonesia yang super indah dan kaya ini? Dan ingat, GOT dengan
Westerosnya hanyalah fiksi, sementara Indonesia itu real. Jangan sampai Night
King dan White Walkers justru menyerang Indonesia.
Salam Persatuan
Yohanes Ari Purnomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar