Senin, 24 Juni 2019

BENARKAH AGAMA MEMBAWA SELAMAT DUNIA AKHIRAT?


Di Indonesia, agama menjadi salah satu status sosial yang melekat erat dalam setiap diri warganya. Hampir setiap warga negara di Indonesia menganut agama tertentu, hingga di Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya dicantumkan tentang agama si pemiliknya. Meski dalam Pancasila sebagai dasar negara hanya disebutkan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, namun agama tetap mendapatkan tempat yang begitu istimewa. Dengan memiliki identitas agama tertentu, maka setiap orang tergabung dalam sebuah kelompok tertentu yang juga memiliki identitas yang sama. Dengan memiliki agama, orang tidak akan merasa sendirian di negeri ini. Mungkin karena manusia Indonesia ini merasa harus sama dengan yang lainnya, ia tetap memilih agama tertentu untuk menjadi tempatnya berlindung agar tidak sendirian. Manusia Indonesia tetap takut sendirian, entah ia bergabung dalam agama mayoritas maupun minoritas. Agama menjadi isu sosial yang seringkali melanggar area privat seseorang yang benar-benar merdeka.


Lalu dimanakah tempatnya orang-orang Indonesia yang tidak beragama atau tidak menganut keyakinan religius tertentu? Apakah mereka patut untuk disingkirkan dan berada dalam kegamangan identitas sebagai warga negara? Apakah mereka tidak punya tempat berlindung yang mampu menyelamatkan jiwa baik di dunia maupun akhirat? Entahlah. Tapi seringkali orang-orang seperti itu hampir tidak pernah didengar adanya di negara ini. Apalagi mereka yang jelas-jelas atheis, bakal tidak dianggap ada di negeri ini.

Lalu apakah sebenarnya motivasi orang-orang Indonesia ini beragama? Apakah mereka benar-benar menyakini bahwa dengan menganut agama tertentu, hidupnya bakal selamat di dunia maupun di akhirat? Mungkin orang Indonesia ini beragama karena mewarisi dari para pendahulunya yang telah lebih dahulu menganut agama tertentu. Pewarisan ini mengajak orang-orang yang mewarisinya terus meyakini tentang kebenaran di dalam agama, dan berusaha mempertobatkan orang-orang lain yang belum yakin dengan agama tertentu. Ketika itu terjadi, soal keyakinan dan kebenaran untuk menganut suatu agama tertentu bukan lagi menjadi hak bebas dari masing-masing orang tetapi menjadi sebuah status sosial dan identitas sosial. Jika s udah demikian, maka perlulah untuk menandai orang-orang itu dengan identitas agama tertentu. Padahal, soal keyakinan agama sebenarnya adalah menjadi hak bebas dan privat dari masing-masing orang, apakah ia mau beragama atau tidak, dan menganut agama ini atau itu.

Karena agama mulai menjadi status sosial dan identitas sosial, lantas orang mulai mengurusi soal identitas orang lain. Apabila ada yang tidak memiliki status sosial yang terkait dengan agama tertentu, orang selalu ingin membuat mereka menjadi bagian dari mereka. Dan apabila ada orang yang benar-benar berbeda dengan agama yang dimilikinya, seolah nilai persaudaraannya menjadi berkurang karena dianggap tidak memiliki identitas sosial yang benar. Sudah sedemikian mengkhawatirkankah orang Indonesia ini dalam menghayati soal agama?

Apakah agama itu hanya sebuah pakaian yang apabila dikenakan, akan membuat kita menjadi bagian dari sebuah kelompok tertentu dengan segala fasilitasnya? Apakah agama itu sarana agar kita tidak merasa sendirian dan memperoleh fasilitas-fasilitas hidup dengan mudah karena berada dalam sebuah lingkungan yang sama? Apakah agama lalu meninggalkan kemanusiaan yang sejatinya menjadi bahasa persaudaraan universal bagi setiap manusia, apapun agamanya?

APAKAH SEORANG ATHEIS YANG DENGAN TEKUN MENGUPAYAKAN KEBAIKAN BAGI SETIAP ORANG APAPUN AGAMANYA, APAPUN KONDISINYA, TIDAK AKAN MASUK SURGA DIBANDINGKAN DENGAN SEORANG AGAMAWAN YANG MEYAKINI BAHWA SI ATHEIS DAN PEMELUK AGAMA LAINNYA TIDAK AKAN SELAMAT SERTA HANYA MENGUTAMAKAN MENOLONG MEREKA YANG SEAGAMA DENGANNYA?

Lalu bagaimana sekarang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar