Kamis, 05 September 2019

ORANG JAWA MESTI BELAJAR DARI ORANG DAYAK

              Wacana dari Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 ini tentang perpindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Pulau Kalimantan sempat menyita perhatian banyak pihak. Tentu Presiden dan stafnya tidak asal saja melontarkan wacana tersebut, dan tentu bukan hanya akan berhenti sebagai wacana tetapi merupakan program pemerintah untuk diwujudnyatakan pada tahun-tahun mendatang. Aku pribadi tidak begitu heran dengan wacana tersebut dan mendukung sepenuh hati jika ibu kota negara benar-benar dipindahkan dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Untuk persisnya di provinsi dan kota mana, hal itu belum benar-benar diketahui secara pasti oleh segenap rakyat Indonesia. Namun, di luar adanya pro dan kontra atas wacana tersebut, tentunya segenap bangsa ini akan menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut.

Senin, 24 Juni 2019

BENARKAH AGAMA MEMBAWA SELAMAT DUNIA AKHIRAT?


Di Indonesia, agama menjadi salah satu status sosial yang melekat erat dalam setiap diri warganya. Hampir setiap warga negara di Indonesia menganut agama tertentu, hingga di Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya dicantumkan tentang agama si pemiliknya. Meski dalam Pancasila sebagai dasar negara hanya disebutkan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, namun agama tetap mendapatkan tempat yang begitu istimewa. Dengan memiliki identitas agama tertentu, maka setiap orang tergabung dalam sebuah kelompok tertentu yang juga memiliki identitas yang sama. Dengan memiliki agama, orang tidak akan merasa sendirian di negeri ini. Mungkin karena manusia Indonesia ini merasa harus sama dengan yang lainnya, ia tetap memilih agama tertentu untuk menjadi tempatnya berlindung agar tidak sendirian. Manusia Indonesia tetap takut sendirian, entah ia bergabung dalam agama mayoritas maupun minoritas. Agama menjadi isu sosial yang seringkali melanggar area privat seseorang yang benar-benar merdeka.

Minggu, 16 Juni 2019

AGAMA: SEMACAM NARKOBA?


Pernah terlontar dari seorang Karl Marx, filsuf kebangsaan Jerman tentang agama yang disebutnya sebagai opium bagi masyarakat. Ia menulis gagasannya itu dalam sebuah tulisan berjudul: “A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right”. Ia menulis karyanya ini pada tahun 1843. Konteks tulisan Karl Marx ini adalah sebuah introduksi untuk sebuah buku kecil yang mengkritisi Filsuf Georg Wilhelm Friedrich Hegel yang menulis Elements of The Philosophy of Right pada tahun 1820. Tulisan Marx ini awalnya tidak terkenal karena tidak diterbitkan hingga setelah kematiannya. Tulisan itu diterbitkan dalam sebuah jurnal yang hanya dicetak sebanyak 1000 salinan saja. Kutipan ini mulai terkenal setelah pemikiran Marx banyak diikuti pada sekitar tahun 1930-an.

Perlu dilihat lebih jauh, bahwa kutipan terkenal dari Karl Marx ini lebih sering diambil secara sepotong-potong tanpa menyertakan keseluruhannya. Dalam tulisannya tentang agama sebagai opium masyarakat, Marx sebenarnya tidak bermaksud mengatakan bahwa agama sebagai sebuah hal yang membuat manusia mengalami ketergantungan semacam candu, tetapi lebih melihat sebagai sebuah cara untuk melepaskan diri dari rasa sakit dan penderitaan sebagaimana cara kerja opium. Kutipan Marx ini secara lengkap berbunyi demikian: “


Kamis, 23 Mei 2019

JANGAN HUKUM PARA PERUSUH

Sedih benar menyaksikan terjadinya kerusuhan pasca pengumuman hasil Pemilu Capres dan Cawapres tahun 2019. Pada tanggal 22 Mei 2019, di beberapa tempat di Ibukota Jakarta terjadi kerusuhan antara massa yang mendemo hasil pemilu berhadapan dengan pihak Kepolisian yang mengamankan dan menjaga kantor Bawaslu dan KPU. Kerusuhan itu terjadi ketika massa mulai melempari para petugas kepolisian dengan batu, bom molotov dan juga petasan. Pada tanggal 22 Mei 2019, sejak dini hari, beberapa tempat di Jakarta berubah seperti medan perang. Lemparan batu, petasan dan bom molotov dari para pendemo dibalas dengan tembakan water canon dan gas air mata dari petugas kepolisian. Beberapa mobil yang terparkir di sekitar tempat demo pun tak luput dari pembakaran oleh para pendemo.

Senin, 22 April 2019

GAME OF THRONES DI PEMILU INDONESIA 2019



Di tahun politik ini, tahun 2019, Indonesia tengah melangsungkan Pesta Demokrasi dengan adanya Pemilu 2019. Pemilu kali ini amat berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya karena diadakan secara serentak antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Tentu tension (tegangan) politiknya semakin terasa pada Pemilu 2019 dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Meski tegangan politiknya terasa meningkat, namun pelaksanaan kampanye dan Pemilu sendiri yang berlangsung pada tanggal 17 April 2019 dapat berjalan dengan lancar. Meski setelahnya tentu ada beberapa kekurangan, hal itu masih akan terus disempurnakan hingga KPU (Komisi Pemilihan Umum), lembaga negara penyelenggara Pemilu,  mengumumkan hasil Pemilu secara resmi pada tanggal 22 Mei 2019.

Jumat, 19 April 2019

JANGAN KORBANKAN RAKYAT DEMI AMBISI PRIBADI


Pemilu tahun 2019 usai sudah. Berbagai cerita tentang kampanye dan juga perjuangan untuk menyelenggarakan pemilu sampai di pelosok negeri ini menyisakan sebuah kesan indah. Meski ada beberapa pejuang Pemilu itu yang akhirnya meninggal atau sakit, namun mereka dengan tulus melaksanakan tugas mengawal dan membantu suksesnya Pemilu. Disebutkan pula bahwa tingkat partisipasi rakyat Indonesia pada Pemilu kali ini amat luar biasa karena bisa mencapai lebih dari 80%. Artinya, rakyat Indonesia telah memiliki kesadaran untuk membangun demokrasi di negara ini demi Indonesia Maju. Tidak sedikit pula yang terlibat langsung sebagai Petugas KPPS, Banwaslu, KPU dan juga TNI-Polri yang mengawal dan mengamankan pelaksanaan Pemilu. Mereka melaksanakan itu semua dengan tulus karena mereka mencintai negeri ini.
 (Keterangan Video: kiriman dari seorang teman, Bripda Marselina Oktavianti, PAM TPS, Pengamanan serta pengawalan logistik pemilu 2019 di Desa Kualan Hulu, Kec. Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Beberapa tahun yang lalu saya pernah tinggal di Simpang Hulu dan berkunjung ke desa tersebut)

Rabu, 17 April 2019

FENOMENA ITU BERNAMA JOKOWI


Beberapa saat lalu sebelum pemilu berlangsung, aku mendapat sebuah kiriman video tentang sejarah hidup singkat Bapak Jokowi, calon presiden nomer 01 di tahun 2019. Dalam video tersebut, Pak Jokowi bercerita tentang sejarah singkat hidup beliau yang digambarkan dengan animasi kartun. Sekilas video itu tampak sederhana dan tak ada sesuatu yang istimewa. Tidak ada prestasi yang amat menonjol dari hidup seorang Pak Jokowi. Tapi aku tertarik dengan salah satu kisah yang beliau ceritakan saat kuliah dulu.  Cerita itu adalah saat beliau jatuh cinta kepada seorang gadis bernama Iriana, yang sekarang adalah istri beliau. Diceritakan oleh beliau bahwa demi bertemu Iriana, Jokowi muda yang tengah berkuliah di UGM rela bolak-balik Jogja-Solo menggunakan angkutan umum. Dalam video, ditampilkan gambar bus dengan tulisan Mira, bus antar kota antar propinsi Jurusan Jogja-Surabaya. Sebagai seorang anak yang terlahir di Klaten dan bapakku berasal dari Jogja, jalan Jogja-Klaten menjadi begitu istimewa bagiku. Hingga akhirnya aku kuliah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pun, jalan Jogja-Klaten selalu kulalui ketika aku hendak pulang kampung ataupun kembali ke kampus di Jogja. Aku juga sering menggunakan angkutan umum bus antar kota-antar propinsi. Cerita Pak Jokowi ini begitu membuatku terharu, karena ternyata jalan yang sering kulalui, juga dulu sering dilalui oleh Pak Jokowi yang sekarang ini adalah Presiden Indonesia ke-7 dan tengah maju ke Pilpres tahun 2019-2024. Cerita sederhana beliau menyentuh sisi emosionalku, bahwa seorang Presiden Indonesia ternyata tidak jauh berbeda dari rakyat kecil sepertiku. Aku juga merasa, ternyata seorang rakyat kecil macam Pak Jokowi pun bisa jadi pemimpin negara besar, bangsa besar, bangsa Indonesia ini.

Sabtu, 13 April 2019

SEANDAINYA KAMU JOKOWI ATAU PRABOWO



Aku tergerak untuk membuat tulisan ini sebagai pengingat saja bahwa di tahun 2019, bangsa Indonesia pernah mengadakan pesta demokrasi, Pemilu Legislatif dan Pilpres (tanggal 17 April 2019) yang calon presidennya adalah Bapak Joko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto. Kedua orang ini adalah putra-putra terbaik bangsa. Bapak Jokowi, panggilan akrab Bapak Joko Widodo sebenarnya adalah orang baru di politik bangsa ini, sementara Bapak Prabowo termasuk orang yang telah berkiprah di kalangan ring satu pemerintahan. Bapak Jokowi adalah seorang rakyat biasa yang terpanggil untuk menerima amanat rakyat di mulai dari Solo, sementara Bapak Prabowo adalah prajurit TNI sejak zaman Orde Baru. Nama pak Jokowi belum seterkenal Pak Prabowo saat era Orde Baru berakhir karena digantikan oleh gerakan Reformasi tahun 1998. Saat itu, Pak Jokowi adalah seorang warga biasa yang tidak terkenal. Dia juga bukan keturunan dari orang besar negeri ini selain menjadi pengusaha biasa dari Solo dan lulusan Kehutanan UGM. Sementara Pak Prabowo, saat reformasi 1998 bergejolak, beliau adalah menantu dari mantan Presiden Suharto yang telah menjadi presiden hingga 32 tahun. Bapak Prabowo juga memiliki pangkat dalam TNI sebagai bagian dari pejuang pembela negara. Nama beliau mulai dikenal oleh masyarakat negara ini.

Jumat, 12 April 2019

MEMBANGUN INDONESIA TIDAK BISA DENGAN KEBENCIAN


Kepada segenap bangsa Indonesia,
Calon Presiden dan Wapres Nomer 01 dan 02
Calon Anggota Legislatif Kabupaten, Provinsi, dan Pusat
Calon Anggota DPD
Para tokoh agama, tokoh seni budaya, paranormal, tokoh masyarakat
Para Politikus Partai warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, putih, dst
Para Pendukung Capres No 01 dan 02, berikut Timsesnya
Para Supporter Sepakbola Indonesia
Para Penyuka Lagu Dangdut (baik dangdut lurus, dangdut koplo, campursari, dst)
Saudara-saudari Dari Sabang Sampai Merauke
Saudara-saudari yang bersurban, berhijab, sampai yang pakai rok mini, koteka,  dan baju tanpa lengan
Saudara-saudari yang suka film dalam negeri ataupun luar negeri
Saudara-saudari yang suka selfi dan juga yang gunakan medsos untuk jual beli
Dan saudara-saudari lainnya yang tak bisa disebut satu satu.

Senin, 08 April 2019

TEKS MISA MINGGU PALMA TAHUN C



HARI MINGGU PALMA
MENGENANG SENGSARA TUHAN
TAHUN C


 (gambar dari amorpost.com)


Pada hari ini Gereja mengenangkan peristiwa Kristus Tuhan memasuki Kota Yerusalem untuk menggenapi misteri Paskah-Nya. Dalam semua misa peristiwa ini hendaknya diperingati dengan salah satu cara berikut: 1) perarakan atau 2) upacara masuk meriah sebelum misa utama, 3) upacara masuk sederhana sebelum misa-misa lain. Upacara masuk meriah, tetapi bukan perarakan, dapat diadakan sebelum salah satu misa yang biasanya dihadiri oleh banyak umat.
Apabila perarakan atau upacara masuk meriah tidak dapat diadakan, seyogyanya diselenggarakan perayaan sabda untuk mengenang peristiwa Tuhan memasuki Kota Yerusalem secara meriah dan untuk mengenang sengsara Tuhan. Perayaan ini dapat dilaksanakan pada hari Sabtu sore atau hari Minggu pada jam yang lebih sesuai.


MENGENANG BAPAK


Suatu ketika, bapakku duduk di ruang tengah keluarga. Beliau tampak sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Aku mencoba untuk lebih dekat, melihat apa yang sedang dikerjakan bapak. Rupanya beliau sedang membuat sebuah sarung senjata. Senjata itu berupa pisau kecil, menyerupai keris kecil yang katanya beliau temukan di sebuah sungai. Senjata itu tampak jelek, kusam dan terlihat kuno. Namun bapak menurut bapak, senjata itu tampak unik dan seperti bertuah. Lalu beliau merawat dan membuatkan sarungnya. Beberapa kali, bapak menggunakan senjata itu untuk menebak angka togel. Tapi selalu saja, bapak tidak pernah berhasil menebak dengan benar angka togel yang keluar. Meski begitu, bapak tetap merawat senjata itu dan setiap kali tampak membersihkannya. Semenjak bapak seda (meninggal) senjata itu pun tak kelihatan lagi, entah dimana sekarang senjata itu.

Minggu, 31 Maret 2019

KACAMATA KUDA HIDUP BERAGAMA DI INDONESIA


Kasus ditolaknya warga yang beragama Kristen dimakamkan di tanah wakaf muslim di Mojokerto, pemotongan salib makam di Pringgolayan, DIY dan juga perusakan makam Kristen di Magelang beberapa waktu lalu menyisakan sebuah pertanyaan tentang krusial tentang toleransi hidup beragama di negeri ini. Apakah agama yang sejatinya adalah jalan hidup untuk mencapai kesempurnaan jiwa justru membuat bangsa ini saling terkotakkan dan terfragmentasi ke dalam kerangka surga masing-masing? Atau kenapa peristiwa itu harus terjadi sementara persaudaraan sebagai sesama manusia telah ada jauh sebelum agama-agama itu muncul? Menjadi semakin miris ketika dogma agama pun dikenakan bagi mereka yang telah meninggal sebagai sesama manusia? Dimanakah rasa kemanusiaan? Atau agama telah memperbudak kemanusiaan dan meletakkan kemanusiaan di sisi tepi yang sewaktu waktu bisa didorong masuk ke jurang? Lantas siapakah sesamaku manusia? Apakah sesamaku manusia hanyalah mereka yang se-bangsa, se-agama, se-jenis kelamin, dan se-aliran politik yang sama? Apakah surga juga sudah ditentukan bagi mereka yang beragama anu, sementara di luar agama anu semuanya akan menjadi penghuni neraka? Jika memang benar demikian, apakah ada bukti yang bisa menguatkan argumen tersebut sehingga berhak untuk mengkotakkan manusia ke dalam kotak-kotak tertentu antara surga dan neraka, termasuk bagi mereka yang sudah meninggal?

Sabtu, 30 Maret 2019

Iblis Tidak Pernah Mati, Tetapi Harus Selalu Ada Orang yang Melawannya


Judul tulisan ini terinspirasi dari kumpulan cerita pendek karya Seno Gumira Ajidarma. Aku tidak akan mengulas kumpulan cerpen tersebut, namun bagiku, penggalan kalimat itu bisa dijadikan inspirasi bagi kita bangsa Indonesia saat ini, ketika kebenaran seolah-olah menjadi bahan permainan, dan godaan untuk saling bertikai di antara sesama anak bangsa seakan diambang pintu. Apakah kita akan membiarkan Sang Iblis itu masuk rumah kita?

Selasa, 26 Maret 2019

Liturgi: Karya Penebusan Umat Beriman


Dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci, Konsili Vatikan II menulis demikian: Sebab melalui Liturgilah dalam Korban Ilahi Ekaristi, “terlaksanalah karya penebusan kita”. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan mengungkapkan Misteri Kristus serta hakekat asli Gereja yang sejati, serta memperlihatkan itu kepada orang-orang lain, yakni bahwa Gereja bersifat sekaligus manusiawi dan Ilahi, kelihatan namun penuh kenyataan yang tak kelihatan, penuh semangat dalam kegiatan namun meluangkan waktu juga untuk kontemplasi, hadir di dunia namun sebagai musafir. Dan semua itu berpadu sedemikian rupa, sehingga dalam Gereja apa yang insani diarahkan dan diabdikan kepada yang ilahi, apa yang kelihatan kepada yang tidak nampak, apa yang termasuk kegiatan kepada kontemplasi, dan apa yang ada sekarang kepada kota yang akan datang, yang sedang kita cari. Maka dari itu Liturgi setiap hari membangun mereka yang berada didalam Gereja menjadi kenisah suci dalam Tuhan, menjadi kediaman Allah dalam Roh, sampai mereka mencapai kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Maka Liturgi sekaligus secara mengagumkan menguatkan tenaga mereka untuk mewartakan Kristus, dan dengan demikian menunjukan Gereja kepada mereka yang diluarnya sebagai tanda yang menjulang diantara bangsa-bangsa. Dibawah tanda itu putera-putera Allah yang tercerai berai dihimpun menjadi satu, sampai terwujudlah satu kawanan dan satu gembala. (SC 1).


Senin, 25 Maret 2019

SANG KHIDIR: SEBUAH PERMENUNGAN


Beberapa tulisan tentang Nabi Khidir menceritakan hal yang sama tentang kisah perjumpaan dengan Sunan Kalijaga itu. Tetapi ada sesuatu yang membuatku tertarik ketika ada sebuah tulisan yang mencoba menjelaskan keberadaan dan identitas Nabi Khidir ini berdasarkan Alquran. Kisah tentang Sang Khidir dalam Alquran digambarkan dengan sebuah kisah misterius tentang seorang hamba yang oleh Allah SWT diberi rahmat dari sisiNya dan diberiNya ilmu. Kisah itu terdapat dalam surah al-Kahfi dimana ayat-ayatnya dimulai dengan kisah Nabi Musa: “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60). Musa mengatakan hal itu kepada muridnya karena ia hendak berjumpa dengan hamba Allah yang diberi rahmat dari sisiNya dan diberi ilmuNya. Pertemuan dengan hamba Allah itu terjadi disebuah tempat dimana dua buah lautan bertemu. Mengenai tepatnya dimana tempat itu, tidak ada seorang pun yang tahu. Alquran pun tak pernah dengan jelas menyebutkan dimanakah tempat itu, demikian pula nama hamba itu. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:

KEINDAHAN SAKRAMEN TOBAT


Setelah menerima sakramen Tobat, aku selalu merasa damai, bahagia dan penuh harapan. Meski di depan aku tidak tahu apakah akan jatuh dalam dosa lagi, namun aku sungguh merasakan betapa Tuhan mengasihiku. Dengan demikian, aku tak takut lagi mengungkapkan segala kerapuhanku kepada romo yang melayani sakramen Tobat.  Saat menghadap romo tersebut, aku sungguh merasakan kehadiran Tuhan yang menyapa lembut dan penuh kasih. Aku merasakan kehadiran Tuhan yang berkenan menerimaku dengan segala kedosaan yang ada padaku. Ibaratnya aku ini telah terjatuh di lumpur yang kotor dan bau, namun Tuhan berkenan memandikanku dan membuatku bersih kembali. Saat itulah aku memiliki kesempatan untuk memohon kepadaNya kekuatan kembali untuk bangkit dari segala keterpurukanku. Sebab tanpa kekuatanNya, aku tak mampu bangkit dari segala kedosaan ini.

Jumat, 08 Maret 2019

Global Transformation ( Resensi Buku)



Data Buku

Judul                  : Global Transformation
Pengarang          : David Held dan Anthony McGrew (ed)
Penerbit              : Polity Press, Cambridge
Tahun Terbit       : 2000
Halaman             : 624 hal
Ukuran                : 244 x 172 mm, 6.75 x 9.75 in


Bab 1
Globalization
Oleh George Modelski

                Bab pertama buku Global Transformation diisi oleh tulisan dari George Modelski[1] yang berjudul Globalization. Dalam tulisan ini, George Modelski hendak memberikan definisi atau cakupan terhadap proses globalisasi yang terjadi pada dunia saat ini. Menurutnya, masyarakat dunia saat ini adalah masyarakat global. Proses dimana masyarakat secara historis  dibawa ke dalam satu sistem global ini disebut sebagai globalisasi. Sifat dan bentuk yang dihasilkan oleh proses globalisasi dalam dunia ini  akhirnya juga menjadi salah satu faktor dasar dari politik masyarakat dunia saat ini.
                George Modelski lantas merunut sejarah masyarakat beserta perkembangan peradabannya yang menghantar masyarakat kita saat ini hingga sampai kepada proses globalisasi.  Salah satu unsurnya adalah terjadinya perluasan atas ruang lingkup geografis dari komunitas manusia. Perluasan ruang lingkup geografis ini pun mengakibatkan terjadinya perkembangan ruang lingkup dari organisasi sosial.  Proses  perluasan ini dimulai sejak enam ribu tahun  lalu ketika sebuah ‘Masyarakat  Besar’ mengambil bentuk dalam kota-kota di Mesopotamia yang ruang lingkup wilayahnya mencapai dua atau tiga ratus mil; hingga ketika Kekaisaran Roma menguasai lembah Mediterania. Hal yang sama kemudian berlanjut saat kekuasaan Cina dan India mulai merambah kawasan Asia. Proses perluasan ini terjadi di antara tahun 500 SM hingga 200 M, ketika budaya Hellenis mulai mencapai India dan Kekaisaran Han mulai mengadakan kontak dengan India. Situasi ini mungkin menjadi praktik awal munculnya beberapa pola interaksi dalam masyarakat kuno. Meski secara umum, bagaimana pun juga, interaksi ini masih bersifat jarang, tidak langsung, non-politik, dan belum sungguh-sungguh global.
                Untuk merunut asal mulai proses globalisasi, George Modelski menampilkan periode-periode awal peradaban masyarakat yang mulai menguasai daerah-daerah lain di dunia. Periode tersebut adalah:

Jumat, 01 Maret 2019

MANUSIA ITU HEWAN?


Suatu ketika, dalam sebuah obrolan, seorang sahabat berkata bahwa manusia itu juga bagian dari hewan. Manusia terikat dalam kebutuhan material dan psikisnya untuk memperoleh kenyamanan serta kelangsungan hidupnya. Ketika manusia didorong oleh kebutuhan itu, maka ia cenderung melihat dunia ini sebagai arena untuk berlomba dalam memenuhi kebutuhannya, tak peduli apakah orang lain pun akan berlomba demi kebutuhan yang sama. Dan memanglah, dunia ini lalu menjadi seperti hutan rimba yang menerapkan prinsip rantai makanan. Pihak pemenang adalah mereka yang mampu memakan lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Demikianlah pemikiran sang sahabat itu.

Kamis, 28 Februari 2019

INDONESIA ITU TOLERAN TAPI DISKRIMINATIF


Mungkin judul tulisan ini terlalu provokatif dan menghakimi. Tetapi pemikiran tentang situasi diskriminatif dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia ini terus mengusikku dan tak tahu harus diungkapkan seperti apa. Memang untuk mengatakan bahwa bangsa ini masih tinggi situasi diskriminasinya tentu memerlukan berbagai data. Sebenarnya tidak tega juga untuk mengatakan hal itu atau menyusun satu persatu data yang mengungkapkan adanya diskriminasi di negeri ini. Nyesek rasanya, karena menyaksikan itu dari waktu ke waktu tanpa bisa berbuat sesuatu yang berarti. Apabila hanya melontarkan penilaian, tentu juga akan sangat menyesakkan jika tanpa disertai dengan data konkret tentang yang terjadi.

Rabu, 27 Februari 2019

Agama Bukanlah Sebuah Alat Penghakiman


Setiap orang yang pernah hidup di dunia ini pasti pernah berbuat salah. Semua orang mengakuinya. Dan kesalahan itu akan menjadi bagian dari perjalanan hidupnya. Oleh karena kesadaran akan kesalahan itu pula, orang kemudian mencoba untuk tidak jatuh dalam lubang yang sama. Orang terdorong untuk bergerak ke arah kesempurnaan. Atau dalam bahasa spiritual, manusia selalu bergerak ke arah pencerahan. Berbagai macam cara dilakukan untuk memperoleh pencerahan itu, atau paling tidak hidupnya tidak lagi mudah jatuh ke dalam kesalahan. Apabila ada seseorang yang telah mencapainya, kemudian banyak orang berbondong-bondong mengikuti agar dirinya semakin mendekati kesempurnaan itu.

Cinta Sejati itu hanya ada di TV/Film?



Membicarakan cinta, seakan tidak pernah akan ada habisnya topik itu dibicarakan. Berjuta buku, lagu, film, sinetron telah tercipta dengan tema tentang cinta. Sebegitu menarik dan misteriusnyakah cinta itu sehingga di setiap masa, selalu saja ada topik tentang cinta. Kisah-kisah itu terajut dalam sebuah alur yang endingnya berbeda-beda, entah ber-ending happy atau sad. Semuanya mencoba mengungkap apa dan bagaimana cinta itu. Sebagian mengungkapkan adanya cinta sejati, sebagian lagi, menyampaikan tentang begitu dangkalnya cinta karena pasti menyertakan adanya tragedi. Lalu untuk apakah kisah-kisah itu diungkapkan?