Jumat, 23 September 2011

Penderitaan sebagai Konsekuensi Sebagai Murid Kristus

 “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku. Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku. Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu”. (Yohanes 15: 26-16: 4a)

Menjadi murid-murid Kristus tidak serta merta mendapatkan dan mengalami segala kemudahan serta kebahagiaan dalam hidup ini, namun terkadang justru harus bersaksi tentang DIA dengan mengalami penderitaan panjang. Kadang tugas ‘bersaksi’ ini memiliki konsekuensi seperti yang dialami oleh Guru Sejati kita, Kristus sendiri. Ia yang telah mengabarkan kebenaran, karena Ia adalah kebenaran itu sendiri telah ditolak oleh dunia, dan disalibkan. Ternyata dunia tidak sungguh mengenal Kristus (Kebenaran) itu sendiri dan Bapa (Sumber Kebenaran). Dunia lebih suka hidup di dalam kesesatan karena tidak mau mengalami ‘kasih’ yang begitu dahsyat seperti DIA, demi keselamatan banyak orang.


Cerita tentang Bunda Teresa mungkin dapat memberi kita gambaran bagaimana ‘bersaksi sebagai murid Kristus’. Di dalam menanggapi panggilannya, Bunda Teresa ternyata mengalami begitu banyak penderitaan, entah itu penderitaan ketika harus ditentang oleh banyak orang (termasuk pemimpin tarekatnya sendiri ketika beliau hendak memilih untuk melayani orang-orang miskin), dan juga penderitaan batinnya selama hampir lima puluh tahun, karena merasa begitu hampa batinnya. Meski demikian, Bunda Teresa tetap bersemangat, mengasihi orang-orang miskin itu dengan total, dan tetap menyemangati suster-susternya dengan luar biasa. Penderitaan itu menjadi bagian dari ‘Kesediaannya’ untuk bersaksi bagi KEBEnaran. Kesetiaannya kepada panggilannya memiliki konsekuensi yang tidak ringan, penderitaan sepanjang hidupnya...namun dengan demikian Bunda Teresa telah bersaksi tentang Kebenaran (sebab Kebenaran itu mahal harganya, maka perjuangannya pun diberikan demi sang Kebenaran yang amat dicintainya).

Apa yang dialami oleh Bunda Teresa itu juga dialami oleh orang-orang yang dengan tekun berjuang demi Kebenaran. Di dunia ini, seringkali orang-orang yang sungguh2 memperjuangkan kebenaran justru mengalami kehidupan yang menderita: sebagai contoh misalnya: Oscar Romero, Bpk Gusdur, dan juga orang-orang yang jujur, adil, setia justru dimusuhi oleh banyak orang. Keberanian untuk memperjuangkan Kebenaran ini didasari oleh kasih dan pengenalan mereka yang mendalam akan Kristus dan Bapa....yang telah menderita demi keselamatan kita, demi bersaksi atas kebenaran itu sendiri.

Maka, sebagai murid-murid Tuhan, kita sekarang dipanggil untuk berani menjadi saksi kebenaran, sebagaimana disabdakan oleh Kristus sendiri. Menjadi saksi kebenaran berarti setia kepada Kristus, yang penuh cinta demi kebaikan orang lain, meski resikonya adalah penderitaan dalam hidup ini. Dan tentu kita boleh yakin, bahwa jika setiap hati telah dicerahkan oleh kebenaran itu, maka hidup ini akan semakin indah. Saling memberikan diri bagi keselamatan sesamanya. Dan sebagai murid-muridNya, kita tidak akan ‘kaget’ akan resiko yang akan dihadapi oleh pejuang Kebenaran, sebab Kristus telah mengatakannya kepada kita.

Bagaimanakah kita di dalam hidup harian kita? Sudahkah kita mengenalNya lebih dalam hingga akhirnya berani bersaksi tentang Kebenaran? Ataukah kita sering lari, menolakNya, karena ketidakmampuan kita dalam menanggung/menghadapi resiko penderitaan itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar