Rabu, 27 Februari 2019

Cinta Sejati itu hanya ada di TV/Film?



Membicarakan cinta, seakan tidak pernah akan ada habisnya topik itu dibicarakan. Berjuta buku, lagu, film, sinetron telah tercipta dengan tema tentang cinta. Sebegitu menarik dan misteriusnyakah cinta itu sehingga di setiap masa, selalu saja ada topik tentang cinta. Kisah-kisah itu terajut dalam sebuah alur yang endingnya berbeda-beda, entah ber-ending happy atau sad. Semuanya mencoba mengungkap apa dan bagaimana cinta itu. Sebagian mengungkapkan adanya cinta sejati, sebagian lagi, menyampaikan tentang begitu dangkalnya cinta karena pasti menyertakan adanya tragedi. Lalu untuk apakah kisah-kisah itu diungkapkan?


Cinta selalu saja berkaitan dengan sebuah relasi. Dan setiap orang pasti hidup di tengah relasi dengan lainnya, entah itu sesama orang, maupun makhluk lainnya di semesta yang tidak luas ini. Dari relasi itulah muncul semacam reaksi-reaksi yang lumrah dialami oleh setiap makhluk yang memiliki naluri. Ada yang menanggapi reaksi itu dengan seluruh intensitas dirinya, tetapi ada pula yang menanggapinya dari sebagian sisi si makhluk itu. Dari situlah kisah itu terajut, memunculkan sisi-sisi yang unik dari setiap makhluk yang ber-relasi. Apabila relasi itu dibangun dengan seluruh intensitas diri, maka akan muncul apa itu cinta sejati. Namun jika relasi hanya dibangun dari sebagian saja dari intensitas diri, maka cinta sejati sulit untuk ditemukan. Sebagai contoh saja misalnya: relasi antara orang-orang yang disatukan dalam gerbong kereta api listrik karena berangkat bekerja di waktu yang bersamaan tentu akan berbeda dengan relasi antara anak-anak yang disatukan dalam sebuah kelas. Lain lagi tentunya relasi yang disatukan dalam ikatan keluarga atau perkawinan. Tapi akhirnya, cinta itu mulai ada ketika relasi mulai terbangun, ikatan mulai terbentuk.

Lalu kenapa topik cinta begitu menarik untuk ditulis dalam buku, diungkapkan melalui film atau lagu? Itu karena manusia tidak bisa terlepas dari sebuah relasi dan dari relasi itu manusia memerlukan sebuah kenyamanan untuk tetap berpijak pada kenyataan dirinya. Cinta adalah sebuah kebutuhan manusia, sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya untuk menemukan dan merasakan kebahagiaan. Tanpa cinta, hidup manusia tidak akan lengkap, dan ia akan menjadi manusia yang berjalan tanpa kebahagiaan. Sebegitu istimewanyakah cinta itu? Jika cinta itu sebuah hal yang istimewa, kenapa dalam kenyataan, tidak sedikit manusia yang mengalami kemiskinan akan cinta? Tidak sedikit tragedi yang terjadi karena disebabkan oleh miskinnya cinta antara manusia? Mengapa kisah cinta sejati nan membahagiakan seolah hanya ada di TV atau Film?


Manusia merupakan makhluk yang unik, multidimensional, kaya akan segala macam halnya. Sebab disamping manusia memerlukan cinta, namun ia juga bisa mengabaikan cinta. Keputusan untuk mengabaikan cinta itu, biasanya terjadi ketika manusia hanya mementingkan salah satu sisi dirinya saja, yakni sisi ego-nya. Memang sungguh nyaman apabila sisi ego selalu mendapat perhatian lebih. Sebab dengan mengunggulkan ego dibanding sisi lainnya, manusia merasa mendapatkan eksistensinya yang asali, yang tak mungkin diganggu gugat oleh pihak lain. Jika orang sudah memutuskan untuk itu, maka ia tak segan untuk membodohi cinta agar bisa memuaskan ego nya sendiri. Cinta tak lebih hanya sebagai sebuah instrumental yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi hasrat egonya. Kebahagiaan tidak lagi diwarnai dengan cinta, tetapi lebih pada pemenuhan hasrat ego. Dan itulah yang sering terjadi di antara manusia, karena tetap saja manusia tidak hanya hidup oleh karena cinta. Cinta sejati selalu dimaknai dengan pemadaman atau pembunuhan ego. Ini adalah hal yang paling sulit bagi setiap orang. Meski paling sulit, namun sisi terdalam manusia, tetaplah ia adalah makhluk yang memerlukan apa itu cinta sejati.

Dalam hidup sehari-hari, kita sering mendengar tentang bagaimana sebuah suporter sepakbola tawuran dan saling berkelahi, bahkan sampai jatuh korban nyawa. Ada pula kita mendengar tentang berita pertentangan antara pendukung capres satu dengan lainnya hingga tahap yang mengkhawatirkan meski mereka sama-sama satu saudara. Kita juga kadang mendengar keluarga yang saling bertikai karena memperebutkan harta warisan, belum lagi berita perceraian yang disebabkan oleh perselingkuhan ataupun kurangnya komunikasi antara suami istri. Kita juga kadang mendengar ada kelompok agama tertentu memusuhi kelompok agama lainnya, meski mereka tahu bahwa mereka sesama manusia. Kenapa itu semua bisa terjadi? Itukah kenyataan? Apakah kenyataan itu selalu lebih pahit daripada impian dan harapan?

Itu semua terjadi karena manusia tidak berani memandang dirinya sendiri yang paling asali. Sebab ketika manusia itu mulai memandang dan memahami dirinya sendiri yang paling asali, maka penderitaan akan menjadi alur yang tidak mungkin diabaikan. Ketika manusia berani menepikan egonya, atau mengendalikannya, ia akan banyak berhadapan dengan terabaikannya pemenuhan hasrat ego. Manusia kadang tidak berani untuk itu. Sebab meski mereka sadar bahwa dunia ini adalah sebuah keluarga besar, mereka memilih untuk memahami bahwa dunia ini adalah sebuah medan pertempuran. Mulai dari sejak kecil, hal itu sudah ditanamkan. Setiap anak yang terlahir di dunia, orang tua berharap ia akan menjadi yang terbaik, sementara yang lainnya tidak lebih baik dari anaknya. Jarang ada orang tua yang membisikkan kepada anaknya yang baru lahir bahwa dunia ini adalah sebuah keluarga yang harus dilayani dan dijunjung tinggi martabat setiap orangnya. Dunia ini adalah sebuah tempat dimana kebahagiaan hanya bisa diraih dengan memiliki cinta sejati dan membagikan cinta itu kepada segala makhluk, siapapun itu.

Mungkin karena kenyataan yang lebih pahit dari impian atau pengharapan inilah, manusia mulai mengingat dan mengkisahkan cinta sejati itu dalam berbagai macam ekspresi. Harapannya, jika cinta sejati tidak boleh mendapat tempat di dunia nyata, ia masih tetap mendapat tempat di dunia ekspresi, impian serta pengharapan. Jadi, menurutmu, apakah cinta sejati itu hanya ada di lagu, di buku, dan di TV/film? Selamat merenung.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar