Minggu, 04 Februari 2018

APA ITU KEBENARAN? (7)


Begitu banyak pertentangan di dunia ini disebabkan oleh karena manusia tidak lagi mencari kebenaran, tetapi penampakan kebenaran. Ide tentang kehendak Tuhan, itulah penampakan kebenaran. Dan pertentangan terjadi ketika setiap orang memiliki ide tentang pengetahuannya terhadap kehendak Tuhan. Orang merasa mengetahui apa yang Tuhan kehendaki, dan ketika itu diyakini dengan begitu kuatnya, terkadang tak segan ia “meniadakan” kebenaran lainnya yang juga mengatakan bahwa ia mengetahui apa yang Tuhan kehendaki. Padahal, siapakah di dunia ini yang benar-benar Tuhan kehendaki? Dengan klaim bahwa seseorang mengetahui kehendak Tuhan, maka ia merasa memiliki kebenaran itu. Padahal, yang ia miliki bukan kebenaran, tetapi hanya penampakannya saja. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang Tuhan kehendaki, yakni kebenaran itu sendiri.


Itulah yang menjadi salah satu pergulatan Lucifer dalam Film Serial Lucifer Morningstar. Bagiku, sang pembuat film itu sungguh beriman, karena menampilkan Lucifer, Sang Malaikat Yang Jatuh (Fallen Angel) sebagai Bintang Kejora (Morningstar). Pemberontakannya terhadap Sang Ayah (Tuhan) lebih terkait dengan persoalan tentang kritik terhadap manusia yang “bloodyhell” selalu merasa tahu akan kehendak Tuhan. Lucifer mengkritik kedegilan hati manusia, tetapi sekaligus mencintainya. Manusia itu bodoh, tetapi begitu “complicated” sehingga pantas dicintai. Namun yang selalu menjadi pergulatannya adalah tentang permainan Sang Ayah, yang bahkan ia sendiri, putera kesayanganNya, tak mampu memahaminya. Maka ia memilih untuk memberontak, mengambil jalan lain dari jalan yang sering dilihat oleh manusia, tentang bagaimana ketaatan harus dijalankan. Dialah Sang Pemberontak sejati, tetapi juga Sang Putera Taat paling utama. Aku benar-benar tak mampu membayangkan, bagaimana rasanya menaati perintah Sang Ayah Yang Agung dengan menjadi Pemberontak Selamanya. Ketaatannya justru tampak dalam peran yang harus dijalaninya senantiasa yakni sebagai Sejatinya Pemberontak. Bukankah itu sebuah ketaatan yang mengagumkan?

Sang Pembuat Film begitu mendalami konflik internal tentang kepastian dari kehendak Tuhan dengan menampilkan ketidakberdayaan Sang Malaikat dalam memahami kehendak Sang Ayah. Ketidakberdayaan itu justru memberikan Sang Malaikat kekuatan, untuk melakukan pemberontakan. Meski dibalik pemberontakan itu, Si Malaikat sangat paham bahwa Ia tak pernah mampu memahami kehendak sejati Sang Ayah. Ia tak berusaha untuk memahami, tetapi Ia berusaha untuk menjalankannya. Maka dari itu, ia begitu heran ketika manusia saling mempertentangkan tentang klaim mereka bahwa mereka mengetahui benar apa itu kehendak Tuhan (Sang Ayah).



Aku tidak berusaha membenarkan apa yang dirasakan oleh Sang Malaikat, tetapi juga tak menyalahkannya. Yang akhirnya kupahami, kebenaran itu bukan soal mengklaim kepastian pengetahuan tentang kehendak Tuhan, tetapi menjalankannya dengan menerima alur permainanNya yang memang tak dapat diketahui dengan pasti. Apakah Sang Ayah menghendaki kita berada di jalur putih, atau hitam, itu bukan persoalan yang harus dipertentangkan. Tetapi menjalankan alur permainanNya dengan keteguhan hati, itulah Sang Morningstar. Seperti matahari yang selalu terbit setiap pagi, seperti malam yang sejatinya pasti gelap, seperti kematian yang tak terelakkan bagi sekian makhluk hidup. Termasuk juga dengan menjadi pemberontak, supaya terbit pahlawan, menjadi Iblis supaya  makin bersinar Sang Penyelamat. Dan alurNya pun, bukan sebuah kepastian bagi akal budi manusia. Hanya pengharapanlah yang pasti, untuk tetap menjaga berlangsungnya Alur Agung Sang Ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar