Selasa, 26 Maret 2019

Liturgi: Karya Penebusan Umat Beriman


Dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci, Konsili Vatikan II menulis demikian: Sebab melalui Liturgilah dalam Korban Ilahi Ekaristi, “terlaksanalah karya penebusan kita”. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan mengungkapkan Misteri Kristus serta hakekat asli Gereja yang sejati, serta memperlihatkan itu kepada orang-orang lain, yakni bahwa Gereja bersifat sekaligus manusiawi dan Ilahi, kelihatan namun penuh kenyataan yang tak kelihatan, penuh semangat dalam kegiatan namun meluangkan waktu juga untuk kontemplasi, hadir di dunia namun sebagai musafir. Dan semua itu berpadu sedemikian rupa, sehingga dalam Gereja apa yang insani diarahkan dan diabdikan kepada yang ilahi, apa yang kelihatan kepada yang tidak nampak, apa yang termasuk kegiatan kepada kontemplasi, dan apa yang ada sekarang kepada kota yang akan datang, yang sedang kita cari. Maka dari itu Liturgi setiap hari membangun mereka yang berada didalam Gereja menjadi kenisah suci dalam Tuhan, menjadi kediaman Allah dalam Roh, sampai mereka mencapai kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Maka Liturgi sekaligus secara mengagumkan menguatkan tenaga mereka untuk mewartakan Kristus, dan dengan demikian menunjukan Gereja kepada mereka yang diluarnya sebagai tanda yang menjulang diantara bangsa-bangsa. Dibawah tanda itu putera-putera Allah yang tercerai berai dihimpun menjadi satu, sampai terwujudlah satu kawanan dan satu gembala. (SC 1).


 
Dari tulisan tersebut, kita memahami bahwa liturgi suci merupakan pelaksanaan karya penebusan kita sebagai umat beriman. Secara khusus dalam Perayaan Ekaristi, kita merayakan Misteri Paskah Kristus yang telah mengorbankan diri bagi keselamatan kita. Pada perayaan liturgi itu kita menerima Tuhan yang hadir dan menyelamatkan kita. Dan pada saat itu kita pun mempersembahkan seluruh diri kita untuk dipersatukan dalam karya penebusan itu, bersama-sama dengan seluruh umat beriman lainnya. Dalam Perayaan Liturgi pula, Gereja mengungkapkan diri sebagai anak-anak Allah yang tengah berziarah mengarungi samudera kehidupan untuk menuju ke tanah air surgawi. Dalam perayaan Liturgi itu pula, kita mendengarkan sabda Tuhan, menerima Diri Tuhan sendiri, dan kemudian kita mengungkapkan pujian kepadaNya sebagai bagian dari cinta mesra antara Allah dan manusia. Dari persatuan cinta mesra ini, mengalirlah berkat berlimpah yang memampukan kita untuk berbagi hidup dengan dunia. Kita pun dipersatukan di dalam Roti yang satu, dan kemudian dibagikan kepada dunia, demi hidup dunia. Melalui perayaan liturgi itulah kita selalu terhubung dengan kasih Tuhan yang selalu diberikan kepada kita, seperti Roti yang dipecah dan dibagikan kepada kita untuk dimakan, agar kita hidup.
Dengan demikian, liturgi tidak hanya berdimensi transendental, tetapi juga imanen. Liturgi tidak hanya menyangkut persatuan kita dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama dan alam sekitar. Karya penebusan umat oleh Tuhan dalam Liturgi ini ditegaskan oleh Konsili Vatikan II dengan tulisan berikut: “Oleh karena itu, seperti Kristus diutus oleh Bapa, begitu pula Ia mengutus para rasul yang dipenuhi Roh Kudus. Mereka itu diutus bukan hanya untuk mewartakan Injil kepada makhluk, dan memberitakan bahwa Putera Allah dengan wafat dan kebangkitan-Nya telah membebaskan kita dari kuasa setan dan maut, dan telah memindahkan kita ke Kerajaan Bapa; melainkan juga untuk mewujudkan karya keselamatan yang mereka wartakan itu melalui kurban dan Sakramen-sakramen, sebagai pusat seluruh hidup Liturgis. Demikianlah melalui babtis orang-orang dimasukkan kedalam misteri Paska Kristus : mereka mati, dikuburkan dan dibangkitkan bersama Dia; mereka menerima Roh pengangkatan menjadi putra, dan dalam Roh itu kita berseru : Abba, Bapa (Rom 8:15); demikianlah mereka menjadi penyembah sejati, yang dicari oleh Bapa. Begitu pula setiap kali mereka makan perjamuan Tuhan, mereka mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang. Oleh karena itu pada hari Pentekosta, ketika Gereja tampil didepan dunia, mereka yang menerima amanat Petrus “dibabtis”. Dan mereka “bertekun dalam ajaran para Rasul serta selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa … sambil memuji Allah, dan mereka disukai seluruh rakyat” (Kis 2:41-47). Sejak itu Gereja tidak pernah lalai mengadakan pertemuan untuk merayakan misteri Paska; disitu mereka membaca “apa yang tercantum tentang Dia dalam seluruh Kitab suci (Luk 24:27); mereka merayakan Ekaristi, yang menghadirkan kejayaan-Nya atas maut”, dan sekaligus mengucap syukur kepada “Allah atas karunia-Nya yang tidak terkatakan” (2Kor 9:15) dalam Kristus Yesus, “untuk memuji keagungan-Nya” (Ef 1:12) dengan kekuatan Roh Kudus.” (SC 6).
Selain itu Konsili Suci juga menegaskan bahwa Liturgi adalah puncak dan sumber kehidupan Gereja: Akan tetapi Liturgi itu puncak yang dituju kegiatan Gereja, dan serta merta sumber segala daya kekuatannya. Sebab usah-usaha kerasulan mempunyai tujuan ini: supaya semua orang melalui iman dan babtis menjadi putear-putera Allah, berhimpun menjadi satu, meluhurkan Allah ditengah Gereja, ikut serta dalam Korban dan menyantap perjamuan Tuhan. Dilain pihak Liturgi sendiri mendorong Umat beriman, supaya sesudah dipuaskan “dengan Sakramen-sakramen Paska menjadi sehati-sejiwa dalam kasih”. Liturgi berdoa supaya “mereka mengamalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman”. Adapun pembaharuan perjanjian Tuhan dengan manusia dalam Ekaristi menarik dan mengobarkan Umat beriman dalam cinta kasih Kristus yang membara. Jadi dari Liturgi, terutama dari Ekaristi, bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita, dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan permuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya. (SC 10)

Liturgi: Perayaan Iman yang Hidup

                Dalam Katekismus Gereja Katolik, Kata "liturgi" pada mulanya berarti "karya publik", "pelayanan dari rakyat dan untuk rakyat". Dalam tradisi Kristen, kata itu berarti bahwa Umat Allah mengambil bagian dalam "karya Allah" (Bdk. Yoh 17:4). Melalui liturgi, Kristus Penebus dan Imam Agung kita, melanjutkan karya penebusan-Nya di dalam Gereja-Nya, bersama dia dan oleh dia. ( KKGK, 1069). Dalam Perjanjian Baru kata - liturgi - tidak hanya berarti "perayaan ibadat" (Bdk. Kis 13:2; Luk 1:23), tetapi juga pewartaan Injil (Bdk. Rm 15: 16; Flp 2:14-17; 2:30) dan cinta kasih yang melayani (Bdk. Rm 15:27; 2 Kor 9:12; Flp 2:25). Segala hal itu menyangkut pelayanan kepada Allah dan manusia. Dalam perayaan liturgi, Gereja adalah pelayan menurut teladan Tuhannya, "pelayan" (Bdk. Ibr 8:2.6) satu-satunya, karena dalam ibadat, pewartaan, dan pelayanan cinta ia mengambil bagian pada martabat Kristus sebagai imam, nabi, dan raja.
"Maka memang sewajarnya juga liturgi dipandang bagaikan pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus; di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing; di situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya. Oleh karena itu setiap perayaan liturgis, sebagai karya Kristus Sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama" (SC 7).  (KKG , 1070).
Dengan demikian, Perayaan liturgi adalah perayaan karya penebusan Kristus yang menjadi daya dari iman kita kepada Tuhan. Segenap umat mempersatukan diri dalam iman yang sama untuk terlibat dalam karya penebusan Tuhan. Dalam perayaan tersebut, hidup dan iman umat dikuduskan serta diutus untuk melanjutkan karya penebusan Tuhan itu di tengah-tengah dunia. Perayaan liturgi bukanlah perayaan ritual yang rutin dan legalistis, namun merupakan perayaan iman yang hidup, yang menghubungkan realitas insani dengan ilahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar