Pada hari Kamis ini, tema studi
dalam Bulan Pastoral pada hari ini adalah penelusuran tentang Imamat dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Narasumber dari sessi ini adalah Rm. Indra Sanjaya, dosen Kitab
Suci Fakultas Teologi Wedabhakti, dulu dosenku juga. Judul yang diangkat oleh
Rm. Indra adalah Imamat: Dari Presbiter ke Sacerdos. Romo Indra menelusuri pemahaman tentang imamat berdasarkan Kitab
Suci, dimulai dari Perjanjian Lama, hingga Surat Ibrani. Sessi ini berlangsung
kurang lebih 7,5 jam. Sejak pagi setelah sarapan, hingga pukul 21.00. Sessi ini
lumayan berat, karena teori Kitab Suci membuat kita semua memikirkan tentang
banyak hal terkait dengan pemahamanan imamat.
Aku sendiri merasa agak kesulitan
mengikuti sessi ini, karena begitu penuh dengan pemikiran-pemikiran sejarah
serta biblis yang tidak mudah untuk dipetakan serta dipahami. Namun aku
berusaha untuk memahami, meski juga tidak sepenuhnya ketat dengan topik yang
dibahas. Aku mencoba untuk memahami dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mungkin tidak langsung terkait dengan materi. Aku merasakan bahwa untuk
duduk diam mendengarkan seperti mengikuti kuliah kembali, bukanlah hal yang
mudah. Apalagi harus mendengarkan materi yang cukup berat selama kurang lebih 6
jam.
Dalam sessi itu, aku lebih banyak
sibuk dengan diriku sendiri, mencoba untuk tidak bosan dan terus berusaha
mengikuti alur pembicaraan yang terjadi. Namun sekali lagi, aku merasa banyak
hal yang tidak mampu kutangkap. Beberapa hal yang mungkin dapat kupetik dari sessi
ini adalah tentang pemahaman imamat yang ditelusuri dari kitab suci. Pada
awalnya, imamat sangat terkait dengan apa yang disebut sebagai sacerdos (bahasa
Latin) yang artinya adalah imam (pemimpin ibadat kultis). Ini disebabkan karena
dulu pada zaman Perjanjian Lama, imam
terkait erat dengan kaum Lewi yang tugasnya adalah pemimpin ibadat di Bait
Allah. Konsep tentang presbiter (penatua) belum ada. Presbiter itu mulai ada
ketika jemaat perdana berkumpul dan memecah-mecah roti. Meski pada saat itu
juga, mereka masih mengikuti Yudaisme.
Akhirnya aku menyadari bahwa
pemahaman imamat di dalam Kitab Suci ini tidaklah mudah untuk dipahami dalam
waktu satu hari. Romo Indra mengajak untuk melihat kembali peran imam di dalam
perkembangan konsep tentang imamat itu serta melihat konteks sosial hidup
masyarakat yang dipimpinnya. Romo Indra mengajak untuk melihat tantangan-tantangan
yang bisa dihadapi oleh presbiter pada zaman ini, menyangkut: sekularisme,
individualisme dan juga relativisme. Jika imamat hanya dipahami sebagai melulu
sacerdos, maka tantangan-tantangan ini akan semakin perlu untuk ditanggapi,
sebab tantangan-tantangan itu menyangkut tentang iman serta teologi yang
mengalami krisis di zaman ini.
Akhir sessi, Romo Indra mengajak
para peserta untuk mempelajari Surat Ibrani, terkait dengan imamat. Surat
Ibrani berbicara tentang imamat Yesus Kristus, yang mengatasi imam agung
Melkisedek, yakni ketika Kristus itu adalah korban, imam dan altar. Pada saat
ada korban itulah, imam mendapatkan fungsinya, yakni ialah yang melaksanakan
korban. Meski begitu, Romo Indra
mengatakan bahwa teks Ibrani tidak dapat digunakan secara eksplisit untuk
mendasari pemahaman tentang imamat sekarang ini. Atas itu semua, aku bersyukur,
semoga aku mampu menjalankan peran sebaik-baiknya, sebelum Tuhan menyatakan
bahwa waktu hidupku di dunia ini, sudah cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar