Hari ini, genap dua tahun aku
mendapatkan SK untuk melaksanakan tugas sebagai pastor pembantu di Paroki St.
Perawan Maria Fatima Sragen. Pada tahun kedua ini, aku sudah diminta untuk
menjalani Bulan Pastoral yang menjadi persiapan bagiku untuk diberi tugas baru,
sebagai misionaris domestik. Hari ini,
perasaanku tidak menentu, entahlah karena apa, aku juga tidak tahu. Tetapi
itulah yang terjadi. Maka, ketika diawal mula sessi hari ini dengan diajak
untuk merefleksikan tentang perasaan selama Minggu II, aku menjawab apa adanya,
bahwa aku merasa bodoh dengan segala materi yang diberikan secara fullday, penuh dalam satu hari itu. Aku
terkadang merasa kewalahan menerimanya sehingga kadang menyibukkan diri dengan
aktivitas yang tidak membuatku ngantuk ataupun jenuh. Pada hari ini pula,
komposisi kelompok diskusi dibuat baru. Aku masuk ke kelompok dua bersama: Rm.
Karel, Rm. Ferdy, Rm. Prima dan Rm.Toro.
Sessi berikutnya adalah kuliah
tentang globalisasi dari Bp. Francis Wahono. Bapak Francis Wahono ini pernah
memberikan kuliah pada program S2 di FTW bersama dengan Romo I Wibowo,SJ yang
meninggal karena kanker. Aku mencoba mengingat kembali tentang globalisasi ini
yang seakan melanda setiap jiwa manusia.
Bapak Francis mengungkapkan tentang berbagai macam usaha yang dilakukan
untuk mencoba memahami paradigma neo-liberal ini serta kiprahnya yang mengalami
pasang surut. Sementara di Indonesia sendiri, neo-liberal justru terkait erat
dengan pemerintah yang berkuasa, dalam arti tertentu, neo liberal diterapkan
secara politis yang akhirnya tetap saja tidak memberi akses yang berarti bagi
masyarakat miskin (rakyat kebanyakan). Aku teringat dengan sebuah buku yang
belum sempat aku baca: The Shock Doctrine
yang ditulis oleh Naomi Klein. Sungguh menarik mempelajari globalisasi yang
terkait dengan dominasi soal ekonomi, sosial, ideologi, agama dan budaya oleh
korporasi-korporasi yang mengatasi negara-negara ini. Karena akhirnya Bapak
Francis mengajak kita semua untuk kembali kepada nilai-nilai Injili, dan juga
Ajaran Sosial Gereja, sebagai prinsip untuk menegakkan keadilan, bonum commune, serta kelestarian
lingkungan alam.
Sore hari, kami diajak untuk
memahami globalisasi serta penindasan terhadap kaum miskin secara struktural
melalui permainan-permainan. Kami diajak untuk memahami tentang keadilan bagi
semua. Mengenali model-model masyarakat dengan segala kekuatan dan kelemahannya
yang terkait dengan pembagian sumber daya alam secara adil. Ternyata dalam
hidup ini, perjuangan untuk memperoleh keadilan itu tidaklah mudah, mensyaratkan
kehendak baik, dan perjuangan tulus terus menerus dari banyak pihak, termasuk
sistem/paradigma yang jelas melindungi masyarakat secara umum (bonum commune).
Akhirnya, Pak Francis juga mengaja untuk memahami sejarah kartu yang sering
digunakan untuk main kartu yakni tentang perlawanan rakyat Perancis yang
memunculkan revolusi Perancis.
Ada banyak hal yang dilakukan
dalam perjuangan menegakkan keadilan, karena dalam sistem masyarakat kita,
keadilan seringkali masih jauh mengawang-awang. Kita hanya perlu jeli mengenali
bentuk-bentuk ketidakadilan itu di sekitar kita, lalu mulai melibatkan nalar,
banyak orang, dalam mengusahakan keadilan yang tidak hanya berhenti pada
konsep. Kita semua diajak untuk semakin peka, dalam rangka mewartakan Injil
Tuhan dalam karya nyata demi Kerajaan Allah. Syukur atas pengalaman ini, meski
aku tahu, ada banyak hal yang masih harus diperjuangkan dan diperbarui terus
menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar