Selasa, 09 Agustus 2011

Waktu adalah Kesempatan Untuk Pemurnian

Di dini hari yang sepi, aku duduk sendiri, merenungkan waktu-waktu yang telah berlalu sehari tadi. Akan selalu sama setiap hari, dengan matahari yang terbit di ufuk timur, dan tenggelam di bentang cakrawala barat. Meski hari akan diwarnai ritme waktu yang sama, namun ada yang tidak sama, ketika usia tidak mungkin berputar balik. Semakin hari, setiap makhluk dan hal di dunia ini akan semakin tua. Apalah arti tua sebenarnya? Mungkin tua itu sama dengan 'berumur'. Dan  berumur itu sendiri berarti telah banyak mengarungi waktu. Atau dengan kata lain, sudah lebih banyak mengalami siklus alami perputaran matahari dari timur ke barat. Menjadi tua itu pasti, karena tidak mungkin waktu berjalan mundur.

Kadang aku bertanya, mengapa kehidupan ini pasti terikat dengan waktu. Kapankah waktu itu lahir, dan akankah dia mati (menemui titik akhir--end of time)? Apakah jika waktu itu telah berakhir, titik setelah batas itu tidak akan ada waktu lagi? Lalu apakah waktu itu?

Waktu adalah bagian dari kekekalan. Dan setiap materi yang terjebak dalam arus waktu selalu mengalami tua, dan akhirnya mempersiapkan diri untuk bergabung  dengan kekekalan itu sendiri. Maka, bagi dunia materi, waktu adalah suatu dimensi yang berfungsi untuk semakin memurnikan dan mempersiapkan materi itu bergabung dengan kekekalan. Dari tiada menjadi ada, dan kembali tiada.Dari kekal, menuju ke alam materi, kembali menjadi kekal. Lalu bagaimanakah sebenarnya bersahabat dengan waktu?



Aku terlahir pada tanggal 13, bulan 5, tahun 1982. Tapi apakah angka-angka itu yang menjadi penanda aku tercipta? Tentu jika dihitung dari terciptanya aku, tanggal, bulan dan tahun itu tidak sangat tepat untuk dijadikan penanda munculnya kehidupanku di dunia ini. Aku ada ketika mulai dihembuskan nafas kehidupan sebagai embrio di rahim ibuku. Kapan itu? Aku tak pernah tahu pasti, namun secara matematis dan ilmu 'kebiasaan' manusia dalam mengenali tumbuh kembang janin...hitung saja munndur 9 bulan sepuluh hari. Sebelum hari itu, dimanakah aku? Aku tidak tahu. Dan pertanyaan ini tidak akan pernah mendapatkan jawaban pasti, karena itu menjadi rahasia kekekalan. Itulah misteri alam semesta.

Dan ketika aku mulai tercipta, aku masuk ke lorong waktu. Aku terus beranjak semakin tua (semakin sering mengalami terbitnya matahari dari timur dan tenggelam di barat). Semakin banyak hal-hal yang kualami dan kuterima. Banyak hal pula yang masih belum kualami dan harus kulepaskan, sebab waktu tidak mungkin berjalan mundur. Itulah keindahan waktu, ia tidak mungkin berjalan mundur, namun maju. Itu artinya, waktu menuntun setiap makhluk menuju ke depan, ke arah penyempurnaan. Dan di dalam waktu itulah setiap makhluk mengalami pemurnian, hingga berjumpa dengan Sang Alfa dan Omega (Awal dan Akhir). Tidak banyak orang yang menyadari akan hal ini karena baginya, hidup ini adalah suatu kemestian yang begitu saja terjadi (karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang menghendaki dirinya terlahir dan menjadi dirinya saat ini). Itu semua seolah terjadi begitu saja. Meski demikian, kita memiliki titik awal dan titik akhir di dalam waktu, dan itu semua demi pemurnian kita.

Oleh karena itu, marilah kita bersyukur atas hidup dan waktu. Sambil menjalaninya sebagai bagian dari pemurnian kita untuk berpelukan dengan kekekalan. Lalu bagaimana caranya menjalani pemurnian itu? Caranya adalah berjalanlah ke depan. Berjalanlah menuju kemestian yang tak teringkari, seperti api yang selalu ke atas, atau air yang selalu bergerak ke bawah, atau matahari yang selalu dari timur ke barat. Kesetiaan untuk selalu berjuang menjalani hukum alam ini akan membawa kita lebih dekat dengan kekekalan. Bukan terjawabnya semua misteri yang ingin kita ketahui, tetapi demi persatuan mesra dengan Sang Hidup Kekal. Jika kamu sebagai seorang manusia, hiduplah sebagai manusia sejati....manusia yang sesungguhnya..bukan setengah manusia, setengah dewa, atau setengah hewan. Dan siapakah manusia sejati itu: Manusia Sejati yang pernah kutemui adalah Kristus, Sang Alfa dan Omega. Hiduplah dalam waktumu, seperti DIA hidup dalam waktuNya....Ia kekal, dan akan selalu kekal. Ia mengajak kita untuk kekal, dan itu terjadi melalui pemurnian di dalam waktu. Setialah......dalam mewaktu, memurnikan diri. Dan pemurnian itu pasti mengandung penderitaan.Tetaplah berjalan, sampai kekekalan yang indah, memelukmu erat dan tidak lagi membiarkanmu menderita...

Selamat Merenung!

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar