Minggu, 04 Februari 2018

APA ITU KEBENARAN? (5)


Kebenaran itu sesuatu hal yang menggelisahkan. Pernyataan ini mungkin ada sebagian orang setuju, namun ada juga yang tidak setuju. Aku pun tidak ingin mempertentangkan pernyataan itu. Aku hanya ingin merenungkan kembali tentang betapa berlikunya jalan kebenaran itu. Mungkin di sepanjang segala abad, kebenaran akan terus mengambil jalan berliku. Hal ini bisa dilihat dengan beragamnya agama agama yang muncul di tengah-tengah dunia ini yang semuanya mengklaim bahwa yang dibawanya adalah sebuah kebenaran. Klaim itu pun kadang disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan yang membuat kebenaran seolah berdiri gagah dengan taring dan kuku-kuku mengerikan. Bahkan tidak segan-segan kebenaran yang diklaim oleh berbagai macam agama itu menyerang, mencakar, menggigit, menendang, serta memakan klaim kebenaran lainnya dan mengatakan bahwa kebenaran di luar klaim agamanya adalah sebuah kebenaran palsu. Kita tahu, bagaimana jalan kebenaran itu begitu berliku, ketika Martin Luther menyatakan diri meninggalkan Gereja Katolik dan membangun gerejanya sendiri. Kita pun tahu, bagaimana jemaat Ahmadiah dikatakan sesat oleh orang-orang Muslim. Pun ada juga pertentangan antara Sunni serta Syiah dalam kebenaran muslimin (Islam). Belum lagi aliran budhisme Hinayana, Mahayana. Mereka pasti punya klaimnya sendiri tentang kebenaran, bahkan akhirnya muncul para atheis yang juga pasti punya klaim kebenarannya sendiri.


Mungkin aku termasuk orang yang setuju dengan pernyataan bahwa kebenaran itu memang suatu hal yang menggelisahkan. Semua keanekaragaman agama, kebijaksanaan lokal, aliran kepercayaan, dan segala klaim-nya yang terkadang mengandung unsur mengerikan karena bersenjatakan kekerasan adalah bukti dari begitu berlikunya jalan kebenaran. Bahkan orang yang tidak melibatkan diri dalam segala macam klaim kebenaran itu, juga pasti memiliki klaim tentang kebenaran menurut dirinya sendiri. Lalu apa itu kebenaran jika yang terjadi justru sebenarnya adalah perang klaim tentang kebenaran? Dapatkah kebenaran itu dibela dengan menyerang, atau bahkan meniadakan kebenaran “lainnya”?

Aku pun tidak punya jawaban atas pertanyaan itu. Yang kupahami hanyalah bahwa kebenaran itu ternyata memang benar menggelisahkan. Supaya orang tidak lagi digelisahkan oleh pencariannya tentang kebenaran, maka perlu adanya kekuatan yang menjaga klaim itu sehingga orang merasa pencariannya telah selesai dan ia menemukan kebenaran yang paling sejati. Kekuatan itu bisa berupa doktrin-doktrin, aturan hukum, dan juga perkawinan antara ajaran tentang kebenaran dengan kekuasaan politik ekonomi. Memang awalnya kekuasaan ekonomi dan politik ini digunakan sebagai senjata untuk membuat kebenaran suatu ajaran tertentu menjadi tampak menakutkan dan melampaui kebenaran “lainnya”, tapi lambat laun, kekuasaan politik ekonomi pun menjelma sebagai kebenaran “yang lain” pula. Ia tak mau lagi ditempatkan sebagai alat untuk menjaga kebenaran, ia lantas malah justru balik memperalat “kebenaran” untuk menjaga kebenaran mereka sendiri.


Bagiku, saat ini, kebenaran itu seperti GOOGLE. Ia tak lagi memutuskan, tetapi menawarkan. Ia tak lagi menenteramkan, tetapi menggelisahkan. Ketika kita hendak mencari informasi tertentu di GOOGLE, GOOGLE tidak pernah memberikan sebuah kemutlakan. Ia memberikan penawaran dari berbagai macam jawaban yang ada. Akhirnya orang yang mencari informasi bukannya semakin mantap dengan jawaban yang ia temukan, tetapi justru semakin gelisah, karena ternyata begitu banyak alternatif jawaban, dan itu artinya ada begitu banyak alternatif kebenaran. Ada sebagian yang memang benar menemukan jalan yang ia cari, namun tak sedikit pula justru yang tersesat. Seperti itukah kebenaran?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar