Kamis, 23 Desember 2010

The Many Faces of Jesus Christ

Salah satu misi Gereja di tengah dunia adalah mewartakan Injil Yesus Kristus bagi dunia. Secara khusus, realitas dunia yang dihadapi oleh Gereja saat ini adalah realitas budaya yang plural. Untuk itu, sebuah proses inkulturasi Injil menjadi konsekuensi logis dari perutusan Gereja ini. Bagaimanakah inkulturasi Injil itu terjadi di tengah beragam budaya dunia saat ini? Bagaimanakah wajah Yesus hadir dan mewartakan Kerajaan Allah dalam konteks suatu masyarakat tertentu dapat memberikan daya transformasi sosial bagi masyarakat tersebut dalam rangka perwujudan Kerajaan Allah?
            Dalam buku The Many Faces of Jesus Christ, Volker Kuster berusaha menampilkan wajah Yesus di dalam berbagai macam kebudayaan dan dinamika hidup suatu masyarakat tertentu, dimana Gereja hadir dalam mewartakan Kerajaan Allah yakni Kristus sendiri. Ia mengambil contoh dari refleksi-refleksi masyarakat Asia-Afrika serta Amerika Selatan tentang diri Yesus Kristus. Beragam penafsiran muncul atas diri Yesus sesuai dengan konteks budaya dan dinamika hidup harian yang dialami oleh komunitas-komunitas tersebut. Memang sumber dan prinsip iman terhadap Yesus Kristus dari Nazareth tetap berdasar pada Kitab Suci dan tradisi Gereja, namun iman alkitab tentang Yesus yang adalah nilai-nilai Injili ini berjumpa dengan realitas budaya setempat sehingga memunculkan suatu refleksi khas tentang Yesus di dalam masyarakat tersebut. Wajah Yesus yang ditemukan dalam Kitab Suci dan tradisi kini bersinar dalam keanekaragaman budaya dengan segala dinamika hidup sosialnya. Meski tetap khas, namun nilai-nilai Injil itu telah menerangi, memurnikan dan menebus kebudayaan setempat hingga berdaya transformatif bagi terjadinya suatu pembebasan manusia secara utuh.
            Nilai-nilai Injil yang terungkap di dalam Yesus Kristus itu mulai meresap dan mengakar di dalam kebudayaan setempat. Dengan demikian, masyarakat yang beranekaragam budaya dan latar belakang sejarah ini tetap dapat menerima Yesus dengan bahasa dan budaya mereka. Saat itulah proses interkulturasi nilai-nilai Injil terjadi. Wajah Yesus tidak lagi hanya ditemukan dalam kebudayaan Eropa yang telah sekian abad menjadi kebudayaan yang berinkulturasi dengan nilai-nilai Injil tetapi saat ini wajah Yesus ditemukan pula dalam keanekaragaman budaya manusia di dunia ini. Tema-tema yang menjadi prinsip/nilai injil menjadi payung horison (trajectory) dalam mengimani Yesus secara dinamis. Hal ini menunjukkan bahwa refleksi Kristologis hendaknya membawa setiap umat beriman pada sebuah transformasi hidup yang membawa terang, pemurnian serta penebusan terhadap suatu kebudayaan tertentu. Dengan demikian, Yesus tidak melulu dimiliki oleh Gereja yang berciri kebudayaan Eropa saja tetapi juga dimiliki oleh komunitas-komunitas dengan beranekaragam kebudayaan. Daya transformasi dari pewartaan Injil Yesus Kristus ini terwujud dalam ‘ciri pembebasan’ yang terkandung dari setiap pertanggungjawaban iman terhadap Yesus Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar