Selasa, 09 Juli 2013

Catatan Harian Mengikuti Bulan Pastoral: Selasa, 2 Juli 2013



Kursus Bulan Pastoral hari kedua. Pagi hari, aku mengawali dengan mengikuti Perayaan Ekaristi di Kapel, yang kumengerti dimulai pada pukul 06.00. Tetap saja ada kemalasan yang tertinggal di dalam jiwaku ini, yang akhirnya mengajak tubuhku untuk tidak segera beranjak dari tempat tidur. Meski tidak terlambat, namun terasa begitu tergesa. Dalam perayaan Ekaristi pun, aku tidak begitu fokus karena masih terasa demikian ngantuk. Tetapi aku bersyukur karena aku boleh mengalami semua peristiwa ini, boleh berjumpa dengan teman-teman pastor dari berbagai tempat di Indonesia ini. 

Aku bersama teman-teman di Bulan Pastoral ini merupakan angkatan ke-IV pada program yang diadakan oleh Pusat Pastoral Yogyakarta ini. Aku mengikuti acara ini pun sebenarnya hanyalah bagian dari ketaatanku sebagai romo diosesan Keuskupan Agung Semarang. Meski demikian, setelah hari kedua ini, aku banyak belajar tentang kesediaan diri untuk terus berbenah, tanpa merasa diri lebih dan penuh dari lainnya. Aku diajak untuk memahami perjuangan dalam membangun komunitas, yang didasari dengan sikap saling menerima, menghargai dan menyayangi secara tulus hati.  Hal ini kurasakan ketika sessi yang dibawakan oleh Bapak Frans Liem membuka pengalaman baru untukku tentang keunikan setiap pribadi. Aku merasa bahwa diriku ini unik, demikian juga bapak Frans Liem yang tetap juga memiliki keunikan.  Dari keunikan-keunikan itu, aku menemukan sebuah panggilan untuk terus berkarya mewarnai dunia. Demikian juga para romo yang menjadi peserta dalam kursus ini. Aku merasa disapa untuk terus mau belajar, dengan segala situasinya, bagi pewartaan Kabar Gembira Tuhan.

Dari pagi hingga makan siang, sessi diisi oleh dinamika Community Building-nya Bapak Frans Liem. Apa yang disampaikan beliau begitu real di dalam hidup ini, tentang bagaimana membangun komunitas yang sungguh-sungguh memusatkan diri pada kasih Kristus. Pemahaman ini paling tidak menjadi salah satu referensi untuk mau terlibat dengan paradigma yang terus mau dibenahi dalam rangka membangun komunitas yang baik. Setelah makan siang, aku langsung tidur hingga pukul 15.00. Dan kemalasan itu tetap saja ada di jiwaku. Akhirnya aku beranjak untuk mandi sekitar pukul 16.00, memang tidak terlambat, namun mepet. Sessi berikutnya diisi dengan mengerjakan tugas yang belum sempat diselesaikan tentang refleksi pribadi mengenai situasi pastoral yang pernah dijalankan serta menemukan tantangan-tantangan pokok pastoral yang dihadapi, maupun yang masih terus menjadi perhatian. Aku mulai belajar untuk sedikit demi sedikit menyusun visi yang tidak tergesa serta tidak melulu idealis, namun berdasarkan data serta discernment. 

Dan dari pengalaman itu, aku belajar untuk mendengarkan lebih banyak, turun ke lapangan dengan lebih tulus, serta merencanakan sebuah pelayanan bukan berdasarkan kebiasaan yang terus berlaku, tetapi yang sesuai dengan kebutuhan dari Sang Sabda itu sendiri, di tengah konteks masyarakat yang berbeda satu sama lain dengan berbagai macam keunikannya. Aku diajak untuk belajar sabar, tidak reaktif, dan setia dalam mencintai. Dan itu artinya, aku diajak untuk menjadi pribadi yang mau memperhatikan orang lain, menjadi pelayan, dalam konteks apapun. Jika akhirnya harus berhadapan dengan pilihan untuk mati-matian dalam pelayanan, maka kesanggupan itulah yang harus dipilih, dan diperjuangkan.

Pada penutup malam, setelah sharing tentang tantangan-tantangan pokok pastoral, aku sempat berjumpa kembali dengan romo Kieser, salah seorang dosen-ku yang bagiku inspiratif dalam memperjuangkan sebuah gerakan. Mencintai sabdaNya adalah berbuat sesuatu, dan bukan hanya memikirkan sesuatu.....................

4 komentar:

  1. lanjutken, Rm Ari

    BalasHapus
  2. Romo Ari, Apa kabar ? Berkah Dalem. salam frans lim 081318923024

    BalasHapus
  3. kabaar baik pak, mohon maaf jika blog ini vakum begitu lama, karena ketiadaan sinyal internet di tempat saya bertugas, tetap semangat ya. Tuhan memberkati

    BalasHapus