Selasa, 09 Juli 2013

Catatan Harian Mengikuti Bulan Pastoral: Minggu, 7 Juli 2013



Hari ini, aku merasa cukup senang, karena tidak mempersiapkan kotbah hari Minggu, dan  kami kunjungan ke Paroki Sumber untuk mengikuti Ekaristi di sana serta berdialog dengan masyarakat serta budaya di sana. Ada peristiwa unik pada minggu ini. Meski kami berangkat agak pagi, dan sampai di Makam Romo Sanjaya sesuai dengan rencana, namun berangkat ke Wilayah Lor Senowo tidak bersama-sama, dan akhirnya terjadi kebingungan di antara dua mobil tersisa. Ekaristi yang rencananya diadakan pada pukul 08.00, akhirnya mundur menjadi pukul 08.30. Aku merasa bersalah karena aku yang dipasrahi untuk menunjukkan jalan di tim-nya Romo Prima juga tidak mengerti jalan persisnya. Sepanjang Ekaristi, aku merasa bersalah. Namun biarlah semua itu terjadi, sebagai bentuk pembelajaran untuk yang akan datang supaya lebih terencana dan diupayakan dengan baik.

Acara di Sumber sungguh menarik, diadakan dialog antara para romo dengan umat Sumber dalam rangka memperjuangkan iman sesuai konteks hidup masyarakat serta alam sekitar. Aku terkesan dengan upaya-upaya mereka, terlepas dari benar tidaknya secara hukum dan aturan Gereja. Paling tidak perjuangan mereka telah membentuk persekutuan paguyuban  di antara mereka sendiri. Dengan begitu, setiap orang pun bergerak, berseri, tumbuh dan berjuang demi hidup sekitarnya. Acara diselingi dengan penampilan kesenian dari anak-anak serta orang dewasa yang menarikan tarian kuda lumping (namanya lupa). Kesenian kuda lumping  yang ditampilkan itu merupakan hal yang baru bagiku, karena aku belum pernah menyaksikannya. Di samping itu, acara itu didatangi juga oleh tokoh dialog dari kaum muda NU yang terkesan sudah sering berjuang tentang keselarasan hidup bersama di tengah masyarakat serta alam sekitar Merapi.

Setelah selesai makan siang, acara dilanjutkan dengan berkunjung ke Gardu Pandang Merapi di Babadan. Baru sekali itu pula aku mendatangi tempat itu. Memang indah dan begitu dekat dengan Merapi. Merapi yang terlihat indah itu, menyimpan sebuah misteri keagungan alam yang kan selalu menampakkan kebaikan hatiNya, bagi siapapun yang mau bersahabat dengannya. Aku mengambil gambar beberapa kali, dan disuguhi oleh pertunjukkan gratis seseorang yang suka akan olahraga ekstrim motor trail. Setelah itu, kami semobil: Rm. Prima, Rm. Warno, Rm.Harris, Rm. Karel, Rm.Devanto dan aku memutuskan untuk ke Sendangsono. Melewati Muntilan, kami mengarah ke Pegunungan Menoreh, menuju Sendangsono. Sesampai di Sendangsono, langsung ke warung dan makan, hehehe. Setelah makan, dilanjutkan berdoa dan memotret sebentar. Lalu melanjutkan perjalanan ke Jogja.

Sesampai di Condong catur, aku mandi, dan duduk melihat hasil fotoku. Setelah membuat renungan, dan menyelesaikan pilihan untuk foto-foto itu, aku menulis tulisan ini. Ada banyak rasa yang kurasakan malam ini. Aku merasa kangen, aku merasa bosan, aku merasa teduh, aku merasa dikejar-kejar oleh impian, aku merasa sepi, aku merasa dicintai, aku merasa ditinggalkan, aku merasa tidak mendapatkan apapun, aku merasa harus rela terhadap segala hal. Semuanya menghambur menjadi satu. Dan aku harus menerimanya, apapun yang terjadi. Itu seperti ketika aku ingat bahwa aku harus berdoa bagi setiap orang yang meminta doa padaku, kapanpun, dalam situasi apapun. Dan biarlah semuanya itu ada, memang demikianlah adanya. Syukur kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar